Thursday, February 15, 2007

Bank Dunia dan Industri Pertambangan

Industri Pertambangan: Harta Karun atau sumber petaka?

Kegiatan pertambangan minyak, gas dan mineral cenderung meningkat dalam dasawarsa yang akan datang seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Hal ini akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya tambang semakin tinggi di Negara-negara berkembang dan Negara-negara dalam transisi (peralihan). Sebagian besar dari kegiatan penambangan/pertambangan dilakukan di wilayah-wilayah terpencil di mana ekosistemnya sangat rentan dan merupakan tanah-tanah leluhur dari masyarakat adat. Pemerintah-pemerintah dari negara-negara ini biasanya mempertimbangkan hal ini sebagai peluang untuk menarik lebih banyak industri tambang untuk meningkatkan pembangunan, sedangkan pihak swasta juga tertarik karena kemungkinan perolehan keuntungan yang cukup menggiurkan.

Saat ini Bank Dunia mendukung reformasi kebijakan pemerintah, undang-undang dan kelembagaan untuk meningkatkan investasi dan pembangunan industri pertambangan di banyak Negara berkembang. Melalui investasi modal dari International Finance Corporation / Korporasi Keuangan/Pembiayaan Internasional (IFC), dan resiko pembiayaan melalui Lembaga Penjamin Modal Multilateral/Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), yang keduanya merupakan bagian dari Keluarga Bank Dunia yang mempunyai peran dan pengaruh penting dalam industri pertambangan di negara-negara berkembang selama lima belas tahun terakhir.

Masalah dalam industri pertambangan (minyak, gas dan mineral) juga mempunyai dimensi teknis, seperti bagaimana harus menyikapi pembuangan limbah pertambangan di laut (seperti yang terjadi pada kasus Buyat), artisanal, pertambangan skala kecil, issu-issu pencemaran udara yang mempengaruhi perubahan iklim dan juga isu-isu mengenai ke(tata)pemerintahan, korupsi, transparansi, tanggung gugat sosial dan lingkungan serta pengelolaan keuntungan.

Pertambangan adalah industri yang menjanjikan sejumlah besar keuntungan bagi perusahaan, dan pemerintah, namun masih terus mendengungkan pertanyaan tentang manfaatnya yang berkelanjutan bagi publik secara umum, terutama tentang dampak ekologis dan sosialnya. Persoalan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM termasuk perampasan hak-hak masyarakat adat dan penyakit sosial adalah beberapa dari yang krusial dan harus dipikirkan jalan keluarnya sebelum sebuah investasi dalam pertambangan diberi ruang untuk beroperasi. Di sinilah relevansinya bagi kita dalam mengajukan pertanyaan: Pertambangan itu harta karun atau sumber petaka? Jika harta karun apakah dapat dimanfaatkan bagi semua pihak termasuk rakyat banyak?

Proses Pengkajian Industri Pertambangan (EIR/Extractive Industry Review): Penegasan ketidakpekaan Bank Dunia terhadap misinya

Beberapa tahun lalu dalam sebuah pertemuan tahunan Bank Dunia, Presidennya, James Wolfensohn, bersepakat dengan masyarakat sipil untuk mengkaji peranan Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan (minyak, gas dan tambang mineral) untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Sejak September 2001 Bank Dunia telah merancang sebuah Kelompok Kajian Industri Pertambangan untuk melakukan konsultasi dengan para pihak yang berkepentingan, yang terdiri dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat sipil. Konsultasi ini bersifat regional dan meliputi region Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur dan Asia Tengah, Afrika, Asia Pacific. Konsultasi regional mengenai industri pertambangan difokuskan pada pemahaman pandangan dari masing-masing pihak mengenai peran Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan dan melakukan identifikasi wilayah-wilayah kesepakatan dan ketidaksepakatan. Berangkat dari pemahaman tersebut, Grup Bank Dunia kemudian akan menyusun rekomendasi untuk proses-proses dalam sektor ini, utamanya atas kebijakan dan programnya. Konsultasi dengan region Asia Pasific (Bali, April 2003) dimana AMAN juga terlibat dalam proses tersebut berakhir dengan keluarnya Masyarakat Sipil dari proses konsultasi tersebut. (Pernyataan sikap Masyarakat Sipil dari Region Asia Pacific dapat dilihat pada box). Sebuah usaha yang digalang oleh Kelompok Masyarakat Sipil (Organisasi Non Pemerintah) dan Kelompok Masyarakat Adat adalah menyelenggarakan pertemuan internasional di Oxford, Inggris (April 2003, sebelum Konsultasi Regional Asia Pacific) yang membahas akibat-akibat dari Industri Pertambangan dan peran Bank Dunia di dalamnya. Pertemuan ini di hadiri perwakilan kelompok masyarakat adat dari seluruh region (seluruh dunia) serta mengahsilkan sebuah deklarasi.

Proses konsultasi yang diselenggarakan oleh Bank Dunia ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development), Johannesburg, Afrika Selatan, September 2002 yang menempatkan penghapusan kemiskinan menjadi topik utama dari pembangunan berkelanjutan. Di mana Pembangunan berkelanjutan seharusnya adalah keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga berlanjutnya pertumbuhan ekonomi juga harus menjaga dan melindungi kelestarian alam pendukung kehidupan dan menjamin penghapusan kemiskinan dan perlindungan serta pemenuhan HAM.

Pertanyaan atau alasan mendasar dari konsultasi regional ini adalah “Apakah sektor industri pertambangan dapat menjawab masalah kemiskinan dan apakah hal tersebut sesuai dengan misi Bank Dunia untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan berkelanjutan?” Di sisi lain fakta dari beberapa kasus campur tangan Bank Dunia dalam sektor pertambangan yang pada akhirnya justru menimbulkan konflik, perluasan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM, yang jelas tidak mencerminkan keberlanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.

Hasil Kajian Industri Pertambangan dan rekomendasinya kepada Bank Dunia: Bahan untuk menyusun strategi baru pengikut Neoliberalisme ?

Bank Dunia menunjuk Dr. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup jaman Suharto dan mantan direktur perusahaan batubara terbesar di Indonesia untuk memimpin kajian tersebut. Di bulan Januari 2004, Dr. Salim menyampaikan hasil kajiannya kepada presiden Bank Dunia Wolfensohn “Laporan Akhir Kajian Industri Pertambangan: Mencari Keseimbangan yang lebih baik” merupakan hasil dari perjalanan selama 2 tahun evaluasi dampak pembangunan industri pertambangan yang didukung oleh Kelompok Bank Dunia di seluruh dunia. Laporan tersebut menghasilkan rekomendasi kepada Bank Dunia untuk melakukan reformasi yang berarti termasuk menghentikan pendanaan untuk proyek batubara di seluruh dunia dan menghentikan dukungan pembiayaan produksi minyak paling lambat sampai 2008. Rekomendasi Kajian tersebut juga menyebutkan untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan/pemenuhan HAM, hak veto masyarakat adapt atau masyarakat yang terkena dampak dan menghentikan dukungan terhadap teknologi pertambangan yang merusak.

Berdasarkan dari rekomendasi laporan Akhir Kajian terhadap Industri pertambangan, tanggapan dari pihak Manajemen Bank Dunia sungguh mengejutkan karena intinya adalah Menolak Rekomendasi Kajian. Sebuah pengingkaran telah dilakukan! Inisiatif melakukan kajian adalah datang dari Presiden Bank Dunia sendiri jika kemudian hasil dan rekomendasinya ditolak, maka kajian tersebut adalah pengingkaran terhadap misi Bank Dunia untuk menghapuskan kemiskinan. Hal-hal yang ditolak oleh pihak Manajemen Bank Dunia antara lain adalah:

• Memberikan informasi dan mendapatkan persetujuan (penolakan) dari masyarakat local yang terkena dampak dari proyek pertambangan sebagai prasyarat pembiayaan. (Free, prior and inform consent)
• Memastikan hak-hak Masyarakat Adat atas tanah terjamin sebagai syarat pembiayaan proyek;
• Memastikan keuntungan proyek yang dibayai Bank Dunia diterima dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang terkena dampak;
• Jaminan untuk kebebasan berserikat di dalam proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia sebagai pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan Hak tenaga kerja/buruh;
• Memastikan bahwa ada struktur tata pemerintahan yang baik sebelum pendanaan proyek dan pelaksanaannya;
• Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati melalui pembentukan daerah larangan untuk habitat-habitat yang kritis yang diakui secara internasional;
• Jaminan bahwa pembuangan limbah tambang di dasar laut tidak diterapkan pada proyek-proyek tambang yang dibiayai Bank Dunia;

Manajemen Bank Dunia secara tegas menyebutkan penolakannya untuk memberikan kepada Masyarakat Lokal atau Masyarakat Adat apa yang disebut “Hak Veto” terhadap investasi pembiayaan Bank Dunia meskipun investasi tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal/adat.

Manajemen Bank Dunia juga menolak rekomendasi laporan akhir kajian industri pertambangan untuk:

• Keluar atau menghentikan pembiayaan melalui pinjaman kepada investasi sector minyak dan batubara dan hanya memfokuskan diri untuk pembiayaan pengembangan sumber daya energi yang dapat diperbaharui.
• Mengatur target pinjaman dan meningkatkannya untuk energi yang dapat diperbaharui sampai 20% per tahun, yang dalam hal ini Manajemen bank Dunia menyebutkan bahwa hal ini akan bertentangan dengan misi Bank Dunia untuk memerangi kemiskinan.

Pihak Manajemen Bank Dunia juga menyebutkan dalam tanggapannya bahwa Bank Dunia seharusnya terus membiayai proyek-proyek industri pertambangan dan untuk beberapa wilayah bahkan perlu meningkatkan dukungan pembiayaannya terhadap sektor pertambangan.

Komitmen Bank Dunia berdasarkan rekomendasi laporan akhir kajian adalah pada dua hal utama yaitu:

• Peningkatan keterbukaan dan transparansi kepada publik mengenai kesepakatan dan perjanjian pembiayaan kepada pihak swasta dan pemerintah Negara-negara berkembang.
• Menyiarkan lebih luas informasi mengenai dampak proyek pertambangan serta menyediakan sumber daya lebih besar untuk menjawab masalah pertambangan skala kecil dan artisanal.

3 comments:

pertambangan dan lingkungan said...

Thursday, February 15, 2007
Bank Dunia dan Industri Pertambangan
Industri Pertambangan: Harta Karun atau sumber petaka?

Kegiatan pertambangan minyak, gas dan mineral cenderung meningkat dalam dasawarsa yang akan datang seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Hal ini akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya tambang semakin tinggi di Negara-negara berkembang dan Negara-negara dalam transisi (peralihan). Sebagian besar dari kegiatan penambangan/pertambangan dilakukan di wilayah-wilayah terpencil di mana ekosistemnya sangat rentan dan merupakan tanah-tanah leluhur dari masyarakat adat. Pemerintah-pemerintah dari negara-negara ini biasanya mempertimbangkan hal ini sebagai peluang untuk menarik lebih banyak industri tambang untuk meningkatkan pembangunan, sedangkan pihak swasta juga tertarik karena kemungkinan perolehan keuntungan yang cukup menggiurkan.

Saat ini Bank Dunia mendukung reformasi kebijakan pemerintah, undang-undang dan kelembagaan untuk meningkatkan investasi dan pembangunan industri pertambangan di banyak Negara berkembang. Melalui investasi modal dari International Finance Corporation / Korporasi Keuangan/Pembiayaan Internasional (IFC), dan resiko pembiayaan melalui Lembaga Penjamin Modal Multilateral/Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), yang keduanya merupakan bagian dari Keluarga Bank Dunia yang mempunyai peran dan pengaruh penting dalam industri pertambangan di negara-negara berkembang selama lima belas tahun terakhir.

Masalah dalam industri pertambangan (minyak, gas dan mineral) juga mempunyai dimensi teknis, seperti bagaimana harus menyikapi pembuangan limbah pertambangan di laut (seperti yang terjadi pada kasus Buyat), artisanal, pertambangan skala kecil, issu-issu pencemaran udara yang mempengaruhi perubahan iklim dan juga isu-isu mengenai ke(tata)pemerintahan, korupsi, transparansi, tanggung gugat sosial dan lingkungan serta pengelolaan keuntungan.

Pertambangan adalah industri yang menjanjikan sejumlah besar keuntungan bagi perusahaan, dan pemerintah, namun masih terus mendengungkan pertanyaan tentang manfaatnya yang berkelanjutan bagi publik secara umum, terutama tentang dampak ekologis dan sosialnya. Persoalan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM termasuk perampasan hak-hak masyarakat adat dan penyakit sosial adalah beberapa dari yang krusial dan harus dipikirkan jalan keluarnya sebelum sebuah investasi dalam pertambangan diberi ruang untuk beroperasi. Di sinilah relevansinya bagi kita dalam mengajukan pertanyaan: Pertambangan itu harta karun atau sumber petaka? Jika harta karun apakah dapat dimanfaatkan bagi semua pihak termasuk rakyat banyak?

Proses Pengkajian Industri Pertambangan (EIR/Extractive Industry Review): Penegasan ketidakpekaan Bank Dunia terhadap misinya

Beberapa tahun lalu dalam sebuah pertemuan tahunan Bank Dunia, Presidennya, James Wolfensohn, bersepakat dengan masyarakat sipil untuk mengkaji peranan Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan (minyak, gas dan tambang mineral) untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Sejak September 2001 Bank Dunia telah merancang sebuah Kelompok Kajian Industri Pertambangan untuk melakukan konsultasi dengan para pihak yang berkepentingan, yang terdiri dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat sipil. Konsultasi ini bersifat regional dan meliputi region Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur dan Asia Tengah, Afrika, Asia Pacific. Konsultasi regional mengenai industri pertambangan difokuskan pada pemahaman pandangan dari masing-masing pihak mengenai peran Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan dan melakukan identifikasi wilayah-wilayah kesepakatan dan ketidaksepakatan. Berangkat dari pemahaman tersebut, Grup Bank Dunia kemudian akan menyusun rekomendasi untuk proses-proses dalam sektor ini, utamanya atas kebijakan dan programnya. Konsultasi dengan region Asia Pasific (Bali, April 2003) dimana AMAN juga terlibat dalam proses tersebut berakhir dengan keluarnya Masyarakat Sipil dari proses konsultasi tersebut. (Pernyataan sikap Masyarakat Sipil dari Region Asia Pacific dapat dilihat pada box). Sebuah usaha yang digalang oleh Kelompok Masyarakat Sipil (Organisasi Non Pemerintah) dan Kelompok Masyarakat Adat adalah menyelenggarakan pertemuan internasional di Oxford, Inggris (April 2003, sebelum Konsultasi Regional Asia Pacific) yang membahas akibat-akibat dari Industri Pertambangan dan peran Bank Dunia di dalamnya. Pertemuan ini di hadiri perwakilan kelompok masyarakat adat dari seluruh region (seluruh dunia) serta mengahsilkan sebuah deklarasi.

Proses konsultasi yang diselenggarakan oleh Bank Dunia ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development), Johannesburg, Afrika Selatan, September 2002 yang menempatkan penghapusan kemiskinan menjadi topik utama dari pembangunan berkelanjutan. Di mana Pembangunan berkelanjutan seharusnya adalah keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga berlanjutnya pertumbuhan ekonomi juga harus menjaga dan melindungi kelestarian alam pendukung kehidupan dan menjamin penghapusan kemiskinan dan perlindungan serta pemenuhan HAM.

Pertanyaan atau alasan mendasar dari konsultasi regional ini adalah “Apakah sektor industri pertambangan dapat menjawab masalah kemiskinan dan apakah hal tersebut sesuai dengan misi Bank Dunia untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan berkelanjutan?” Di sisi lain fakta dari beberapa kasus campur tangan Bank Dunia dalam sektor pertambangan yang pada akhirnya justru menimbulkan konflik, perluasan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM, yang jelas tidak mencerminkan keberlanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.

Hasil Kajian Industri Pertambangan dan rekomendasinya kepada Bank Dunia: Bahan untuk menyusun strategi baru pengikut Neoliberalisme ?

Bank Dunia menunjuk Dr. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup jaman Suharto dan mantan direktur perusahaan batubara terbesar di Indonesia untuk memimpin kajian tersebut. Di bulan Januari 2004, Dr. Salim menyampaikan hasil kajiannya kepada presiden Bank Dunia Wolfensohn “Laporan Akhir Kajian Industri Pertambangan: Mencari Keseimbangan yang lebih baik” merupakan hasil dari perjalanan selama 2 tahun evaluasi dampak pembangunan industri pertambangan yang didukung oleh Kelompok Bank Dunia di seluruh dunia. Laporan tersebut menghasilkan rekomendasi kepada Bank Dunia untuk melakukan reformasi yang berarti termasuk menghentikan pendanaan untuk proyek batubara di seluruh dunia dan menghentikan dukungan pembiayaan produksi minyak paling lambat sampai 2008. Rekomendasi Kajian tersebut juga menyebutkan untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan/pemenuhan HAM, hak veto masyarakat adapt atau masyarakat yang terkena dampak dan menghentikan dukungan terhadap teknologi pertambangan yang merusak.

Berdasarkan dari rekomendasi laporan Akhir Kajian terhadap Industri pertambangan, tanggapan dari pihak Manajemen Bank Dunia sungguh mengejutkan karena intinya adalah Menolak Rekomendasi Kajian. Sebuah pengingkaran telah dilakukan! Inisiatif melakukan kajian adalah datang dari Presiden Bank Dunia sendiri jika kemudian hasil dan rekomendasinya ditolak, maka kajian tersebut adalah pengingkaran terhadap misi Bank Dunia untuk menghapuskan kemiskinan. Hal-hal yang ditolak oleh pihak Manajemen Bank Dunia antara lain adalah:

• Memberikan informasi dan mendapatkan persetujuan (penolakan) dari masyarakat local yang terkena dampak dari proyek pertambangan sebagai prasyarat pembiayaan. (Free, prior and inform consent)
• Memastikan hak-hak Masyarakat Adat atas tanah terjamin sebagai syarat pembiayaan proyek;
• Memastikan keuntungan proyek yang dibayai Bank Dunia diterima dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang terkena dampak;
• Jaminan untuk kebebasan berserikat di dalam proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia sebagai pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan Hak tenaga kerja/buruh;
• Memastikan bahwa ada struktur tata pemerintahan yang baik sebelum pendanaan proyek dan pelaksanaannya;
• Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati melalui pembentukan daerah larangan untuk habitat-habitat yang kritis yang diakui secara internasional;
• Jaminan bahwa pembuangan limbah tambang di dasar laut tidak diterapkan pada proyek-proyek tambang yang dibiayai Bank Dunia;

Manajemen Bank Dunia secara tegas menyebutkan penolakannya untuk memberikan kepada Masyarakat Lokal atau Masyarakat Adat apa yang disebut “Hak Veto” terhadap investasi pembiayaan Bank Dunia meskipun investasi tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal/adat.

Manajemen Bank Dunia juga menolak rekomendasi laporan akhir kajian industri pertambangan untuk:

• Keluar atau menghentikan pembiayaan melalui pinjaman kepada investasi sector minyak dan batubara dan hanya memfokuskan diri untuk pembiayaan pengembangan sumber daya energi yang dapat diperbaharui.
• Mengatur target pinjaman dan meningkatkannya untuk energi yang dapat diperbaharui sampai 20% per tahun, yang dalam hal ini Manajemen bank Dunia menyebutkan bahwa hal ini akan bertentangan dengan misi Bank Dunia untuk memerangi kemiskinan.

Pihak Manajemen Bank Dunia juga menyebutkan dalam tanggapannya bahwa Bank Dunia seharusnya terus membiayai proyek-proyek industri pertambangan dan untuk beberapa wilayah bahkan perlu meningkatkan dukungan pembiayaannya terhadap sektor pertambangan.

Komitmen Bank Dunia berdasarkan rekomendasi laporan akhir kajian adalah pada dua hal utama yaitu:

• Peningkatan keterbukaan dan transparansi kepada publik mengenai kesepakatan dan perjanjian pembiayaan kepada pihak swasta dan pemerintah Negara-negara berkembang.
• Menyiarkan lebih luas informasi mengenai dampak proyek pertambangan serta menyediakan sumber daya lebih besar untuk menjawab masalah pertambangan skala kecil dan artisanal.
Posted by Kaki Langit at 1:47 AM

pertambangan dan lingkungan said...

Thursday, February 15, 2007
Bank Dunia dan Industri Pertambangan
Industri Pertambangan: Harta Karun atau sumber petaka?

Kegiatan pertambangan minyak, gas dan mineral cenderung meningkat dalam dasawarsa yang akan datang seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Hal ini akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya tambang semakin tinggi di Negara-negara berkembang dan Negara-negara dalam transisi (peralihan). Sebagian besar dari kegiatan penambangan/pertambangan dilakukan di wilayah-wilayah terpencil di mana ekosistemnya sangat rentan dan merupakan tanah-tanah leluhur dari masyarakat adat. Pemerintah-pemerintah dari negara-negara ini biasanya mempertimbangkan hal ini sebagai peluang untuk menarik lebih banyak industri tambang untuk meningkatkan pembangunan, sedangkan pihak swasta juga tertarik karena kemungkinan perolehan keuntungan yang cukup menggiurkan.

Saat ini Bank Dunia mendukung reformasi kebijakan pemerintah, undang-undang dan kelembagaan untuk meningkatkan investasi dan pembangunan industri pertambangan di banyak Negara berkembang. Melalui investasi modal dari International Finance Corporation / Korporasi Keuangan/Pembiayaan Internasional (IFC), dan resiko pembiayaan melalui Lembaga Penjamin Modal Multilateral/Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), yang keduanya merupakan bagian dari Keluarga Bank Dunia yang mempunyai peran dan pengaruh penting dalam industri pertambangan di negara-negara berkembang selama lima belas tahun terakhir.

Masalah dalam industri pertambangan (minyak, gas dan mineral) juga mempunyai dimensi teknis, seperti bagaimana harus menyikapi pembuangan limbah pertambangan di laut (seperti yang terjadi pada kasus Buyat), artisanal, pertambangan skala kecil, issu-issu pencemaran udara yang mempengaruhi perubahan iklim dan juga isu-isu mengenai ke(tata)pemerintahan, korupsi, transparansi, tanggung gugat sosial dan lingkungan serta pengelolaan keuntungan.

Pertambangan adalah industri yang menjanjikan sejumlah besar keuntungan bagi perusahaan, dan pemerintah, namun masih terus mendengungkan pertanyaan tentang manfaatnya yang berkelanjutan bagi publik secara umum, terutama tentang dampak ekologis dan sosialnya. Persoalan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM termasuk perampasan hak-hak masyarakat adat dan penyakit sosial adalah beberapa dari yang krusial dan harus dipikirkan jalan keluarnya sebelum sebuah investasi dalam pertambangan diberi ruang untuk beroperasi. Di sinilah relevansinya bagi kita dalam mengajukan pertanyaan: Pertambangan itu harta karun atau sumber petaka? Jika harta karun apakah dapat dimanfaatkan bagi semua pihak termasuk rakyat banyak?

Proses Pengkajian Industri Pertambangan (EIR/Extractive Industry Review): Penegasan ketidakpekaan Bank Dunia terhadap misinya

Beberapa tahun lalu dalam sebuah pertemuan tahunan Bank Dunia, Presidennya, James Wolfensohn, bersepakat dengan masyarakat sipil untuk mengkaji peranan Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan (minyak, gas dan tambang mineral) untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Sejak September 2001 Bank Dunia telah merancang sebuah Kelompok Kajian Industri Pertambangan untuk melakukan konsultasi dengan para pihak yang berkepentingan, yang terdiri dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat sipil. Konsultasi ini bersifat regional dan meliputi region Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur dan Asia Tengah, Afrika, Asia Pacific. Konsultasi regional mengenai industri pertambangan difokuskan pada pemahaman pandangan dari masing-masing pihak mengenai peran Grup Bank Dunia dalam industri pertambangan dan melakukan identifikasi wilayah-wilayah kesepakatan dan ketidaksepakatan. Berangkat dari pemahaman tersebut, Grup Bank Dunia kemudian akan menyusun rekomendasi untuk proses-proses dalam sektor ini, utamanya atas kebijakan dan programnya. Konsultasi dengan region Asia Pasific (Bali, April 2003) dimana AMAN juga terlibat dalam proses tersebut berakhir dengan keluarnya Masyarakat Sipil dari proses konsultasi tersebut. (Pernyataan sikap Masyarakat Sipil dari Region Asia Pacific dapat dilihat pada box). Sebuah usaha yang digalang oleh Kelompok Masyarakat Sipil (Organisasi Non Pemerintah) dan Kelompok Masyarakat Adat adalah menyelenggarakan pertemuan internasional di Oxford, Inggris (April 2003, sebelum Konsultasi Regional Asia Pacific) yang membahas akibat-akibat dari Industri Pertambangan dan peran Bank Dunia di dalamnya. Pertemuan ini di hadiri perwakilan kelompok masyarakat adat dari seluruh region (seluruh dunia) serta mengahsilkan sebuah deklarasi.

Proses konsultasi yang diselenggarakan oleh Bank Dunia ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development), Johannesburg, Afrika Selatan, September 2002 yang menempatkan penghapusan kemiskinan menjadi topik utama dari pembangunan berkelanjutan. Di mana Pembangunan berkelanjutan seharusnya adalah keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga berlanjutnya pertumbuhan ekonomi juga harus menjaga dan melindungi kelestarian alam pendukung kehidupan dan menjamin penghapusan kemiskinan dan perlindungan serta pemenuhan HAM.

Pertanyaan atau alasan mendasar dari konsultasi regional ini adalah “Apakah sektor industri pertambangan dapat menjawab masalah kemiskinan dan apakah hal tersebut sesuai dengan misi Bank Dunia untuk menghapus kemiskinan melalui pembangunan berkelanjutan?” Di sisi lain fakta dari beberapa kasus campur tangan Bank Dunia dalam sektor pertambangan yang pada akhirnya justru menimbulkan konflik, perluasan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM, yang jelas tidak mencerminkan keberlanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.

Hasil Kajian Industri Pertambangan dan rekomendasinya kepada Bank Dunia: Bahan untuk menyusun strategi baru pengikut Neoliberalisme ?

Bank Dunia menunjuk Dr. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup jaman Suharto dan mantan direktur perusahaan batubara terbesar di Indonesia untuk memimpin kajian tersebut. Di bulan Januari 2004, Dr. Salim menyampaikan hasil kajiannya kepada presiden Bank Dunia Wolfensohn “Laporan Akhir Kajian Industri Pertambangan: Mencari Keseimbangan yang lebih baik” merupakan hasil dari perjalanan selama 2 tahun evaluasi dampak pembangunan industri pertambangan yang didukung oleh Kelompok Bank Dunia di seluruh dunia. Laporan tersebut menghasilkan rekomendasi kepada Bank Dunia untuk melakukan reformasi yang berarti termasuk menghentikan pendanaan untuk proyek batubara di seluruh dunia dan menghentikan dukungan pembiayaan produksi minyak paling lambat sampai 2008. Rekomendasi Kajian tersebut juga menyebutkan untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan/pemenuhan HAM, hak veto masyarakat adapt atau masyarakat yang terkena dampak dan menghentikan dukungan terhadap teknologi pertambangan yang merusak.

Berdasarkan dari rekomendasi laporan Akhir Kajian terhadap Industri pertambangan, tanggapan dari pihak Manajemen Bank Dunia sungguh mengejutkan karena intinya adalah Menolak Rekomendasi Kajian. Sebuah pengingkaran telah dilakukan! Inisiatif melakukan kajian adalah datang dari Presiden Bank Dunia sendiri jika kemudian hasil dan rekomendasinya ditolak, maka kajian tersebut adalah pengingkaran terhadap misi Bank Dunia untuk menghapuskan kemiskinan. Hal-hal yang ditolak oleh pihak Manajemen Bank Dunia antara lain adalah:

• Memberikan informasi dan mendapatkan persetujuan (penolakan) dari masyarakat local yang terkena dampak dari proyek pertambangan sebagai prasyarat pembiayaan. (Free, prior and inform consent)
• Memastikan hak-hak Masyarakat Adat atas tanah terjamin sebagai syarat pembiayaan proyek;
• Memastikan keuntungan proyek yang dibayai Bank Dunia diterima dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang terkena dampak;
• Jaminan untuk kebebasan berserikat di dalam proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia sebagai pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan Hak tenaga kerja/buruh;
• Memastikan bahwa ada struktur tata pemerintahan yang baik sebelum pendanaan proyek dan pelaksanaannya;
• Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati melalui pembentukan daerah larangan untuk habitat-habitat yang kritis yang diakui secara internasional;
• Jaminan bahwa pembuangan limbah tambang di dasar laut tidak diterapkan pada proyek-proyek tambang yang dibiayai Bank Dunia;

Manajemen Bank Dunia secara tegas menyebutkan penolakannya untuk memberikan kepada Masyarakat Lokal atau Masyarakat Adat apa yang disebut “Hak Veto” terhadap investasi pembiayaan Bank Dunia meskipun investasi tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal/adat.

Manajemen Bank Dunia juga menolak rekomendasi laporan akhir kajian industri pertambangan untuk:

• Keluar atau menghentikan pembiayaan melalui pinjaman kepada investasi sector minyak dan batubara dan hanya memfokuskan diri untuk pembiayaan pengembangan sumber daya energi yang dapat diperbaharui.
• Mengatur target pinjaman dan meningkatkannya untuk energi yang dapat diperbaharui sampai 20% per tahun, yang dalam hal ini Manajemen bank Dunia menyebutkan bahwa hal ini akan bertentangan dengan misi Bank Dunia untuk memerangi kemiskinan.

Pihak Manajemen Bank Dunia juga menyebutkan dalam tanggapannya bahwa Bank Dunia seharusnya terus membiayai proyek-proyek industri pertambangan dan untuk beberapa wilayah bahkan perlu meningkatkan dukungan pembiayaannya terhadap sektor pertambangan.

Komitmen Bank Dunia berdasarkan rekomendasi laporan akhir kajian adalah pada dua hal utama yaitu:

• Peningkatan keterbukaan dan transparansi kepada publik mengenai kesepakatan dan perjanjian pembiayaan kepada pihak swasta dan pemerintah Negara-negara berkembang.
• Menyiarkan lebih luas informasi mengenai dampak proyek pertambangan serta menyediakan sumber daya lebih besar untuk menjawab masalah pertambangan skala kecil dan artisanal.
Posted by Kaki Langit at 1:47 AM

Anonymous said...

Well written article.