Sunday, September 11, 2011

TUTUP MEDCO SELAMATKAN KEKAYAAN RAKYAT!

FRONT RAKYAT ADVOKASI TAMBANG SULAWESI TENGAH

SIARAN PERS BERSAMA : TUTUP MEDCO SELAMATKAN KEKAYAAN RAKYAT!

DEWAN ENERGI DAERAH Sulawesi Tengah, JATAM Sulteng, YTM, SHI, LBH Sulteng, SPHP, YPR, YMP, Kontras Sulawesi, LPS-HAM, YBHR, AJI PALU

Palu, 12 September 2011

Perdebatan seputar Industri Migas di Sulawesi Tengah (Sulteng) mengemuka pasca aksi Front Aliansi pemuda Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Bungku Utara dan Mamosalato Senin, 22 agustus 2011. Yang menuntut; pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap PT MEDCO seperti dana Community Development (CD), pemberdayaan tenaga kerja lokal dan dana pendidikan. Massa yang berjumlah kurang lebih seratus orang tersebut berasal dari Desa Kolo Bawah, Kolo Atas, dan Baturube menumpangi 6 buah body (kapal kayu). Ujung dari aksi ini bentrok dengan aparat Kepolisian, dua orang tewas dan lima orang luka-luka diberondong aparat polisi, serta 16 orang ditahan Mapolda Sulteng.

Peristiwa diatas bukanlah kali pertama, tercatat, pada tanggal 21 Oktober 2007 bersama 13 kapal nelayan warga setempat menuju ke blok Tiaka dan melakukan aksi demo di sana. Namun, aksi yang terakhir ini jelas sekali membuka “aib” terhadap jargon eksploitasi migas selama ini. Yang sering dikaitkan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat. Meski demikian, perkara diatas merupakan soal-soal yang tampak dipermukaan. Masalah mendasar dari keberadaan Medco di Blok Tiaka dapat dilihat dalam beberapa hal;

Pertama, tujuan utama ekspolitasi migas pada wilayah itu, merupakan agenda komersial terhadap 167,66 Million Barrels Of Oil Equivalent (MMBOE) kontingen sumber daya gas lapangan Senoro dan mengeksplorasi penjualan gas langsung. Hal itu bisa dilihat dari komposisi Pemegang Kepentingan dalam lapangan migas diwilayah itu. (1) dioperasikan oleh Pertamina-Medco Tomori JOB dengan komposisi:MedcoEnergi 30%, Mitsubishi 20%, Pertamina 50% Hilir (LNG Plant). Sementara lapangan (DSLNG) dioperasikan oleh PT Donggi-Senoro LNG (DSLNG) dengan komposisi: Pengembangan Sulawesi LNG Ltd 59,9% (Mitsubishi Corp 75%, Kogas 25%), Pertamina Energy Services Pte Ltd 29%, PT Medco LNG Indonesia 11,1%.

Kedua, operasi migas diwilayah itu menempatkan Medco sebagai “calo tanpa keringat” memanfaatkan kebaikan negara untuk kepentingan bekerja aliansi dengan hilir internasional pada pelanggan potensial. Kepentingan utamanya adalah memasok 250 juta standar kaki kubik per Hari (MMCFD) gas selama 15 tahun masa kontrak mulai tahun semester kedua 2012 untuk gas alam cair (LNG) yang akan dibangun oleh DSLNG. Harga gas akan terikat ke Jepang Crude Cocktail (JCC), berdasarkan Head of Agreement (HOP) untuk penjualan dan pembelian gas yang ditandatangani pada bulan Agustus 2008.

Wajah penguasaan migas diatas menunjukan aliran kapital asing lebih mendominasi dalam praktek pertambangan ini. Sekaligus mengarahkan konsumsi akhir migas diperuntukkan bagi kepentingan Jepang dan Korporasinya. Modusnya dimulai pada tahun 1974, saat Jepang menyalur bantuan ODA terhadap proyek LNG di Aceh dan di Kalimantan Timur yang kontrak jual-beli proyek ini berakhir 2010-2011, kini dilanjutkan proyek ketiga dan keempat di Teluk Bintuni, Papua(Proyek Tanggu LNG) serta di pantai timur propinsi Sulawesi Tengah (Proyek Donggi-Senoro LNG).

Ketiga, pada saat yang sama, Medco menjadikan operasi Migas tersebut sebagai arena dan pengalaman dalam membangun dan mengoperasikan fasilitas LNG, serta gas transportasi dengan kapasitas produksi sekitar dua juta ton per tahun, yang dimanfaatkan dari gas lapangan Senoro dan empat Blok Matindok bidang dalam, yang selama ini semata-mata dioperasikan oleh Pertamina. Maka dengan sendirinya akan mengabaikan kepentingan dan jeritan masyarakat sekitarnya, yang lapar akibat ruang hidup mereka dibelenggu oleh Titik lokasi migas dan radius terlarangnya.

Wilayah kerja Blok Senoro-Toili memiliki luas 451 km2. Blok itu berada di dua daerah terpisah, yakni Area Senoro (onshore) di wilayah Kabupaten Banggai dan Area Toili (offshore) di wilayah Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Dampak dari praktek ini mendorong destruktifikasi layanan alam serta pembatasan ruang hidup bagi sebagian masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan.

Selain itu, bagi hasil yang dicanangkan pemerintah dalam skema migas hanya isapan jempol belaka. Sebuah Laporan Departemen Industri Indonesia Tahun 2009, mengkonfirmasi, bahwa pemasukan dari Kontrak Industri minyak dan gas sangat sedikit yakni sebesar 0,3%, dan hanya memberikan kontribusi 3,9% dari total PDB.

Dengan demikian, ekspolitasi migas Tiaka maupun DSLNG adalah rangkaian lanjutan dari aktivitas ekonomi yang merugikan negara dan semata-mata menjadikan MEDCO sebagai penaruh saham dalam industri migas, tanpa memperhatikan kepentingan negara dan rakyat. Maka dari itu kami menyatakan sikap;
  • Mendesak Pemerintah untuk menghentikan operasi JOB PT Medco-Pertamina-Mitsubishi di Blok Tiaka dengan pertimbangan bahwa migas adalah salah satu energi yang bersifat Non Renewable atau jenis sumber daya yang tidak bisa diperbaharui. Dan harus diselamatkan dari prinsip pengelolaan yang salah;
  • Mendesak pemerintah melakukan perubahan secara radikal dalam managemen produksi dan distribusi atas sumber daya migas dengan berasaskan pada prinsip pengelolaan yang anti kapitalisme (kepemilikan monopoli dan Pribadi) dan hasil-hasil migas harus bertujuan untuk memasok kebutuhan nilai tambah bagi negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai amanat Undang Undang 1945 pasal 33, yang mengandung makna distribusi yang merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia;
  • Mendesakan para pemerintah Indonesia untuk memastikan energi migas diperuntukkan bagi konsumsi dan pengembangan industri dalam negeri yang bersumber daya migas. Sehingga dengan demikian akan menekan proses pemborosan (pengurasan) terhadap cairan fosil tersebut.
  • Mendesak Pemerintah menghapuskan operasi TNI-POLRI didaerah Banggai dan Morowali sebagai biang dari kekerasan.
  • Mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda Sulawesi Tengah dan Kapolres Morowali.