Friday, June 21, 2013



Kuras Alam Hingga Kurus
  
Sejak mula manusia sudah sadar akan ketergantungannya pada alam. Alam dan sumberdaya kandungannya adalah sumber hidup material manusia, sumber budaya dan bahkan sumber inspirasi spiritual. Dengan kata lain, alam dan sumberdaya adalah salah satu syarat keberadaan manusia. Namun ini bukan semata sebuah kesadaran linier yang dapat diprediksi. Karena tingkat kesadaran selalu berbeda dan ukuran keberadaan pun selalu bermacam-macam. Maka tidak semua itu baik adanya. Konflik antar manusia adalah buktinya.

Sejak mula pula kisah konflik antar manusia telah melegenda dalam alam sadar dan bawah sadar manusia. Kisah anak-anak Adam yang saling bunuh mungkin sebuah kisah yang banyak diketahui. Mengapa konflik? Karena pihak yang satu merasa keberadaannya terancam oleh keberadaan pihak lain. Pada tataran sebuah kelompok masyarakat atau komuniti, kondisi ini diantisipasi dengan memperkuat mekanisme dan pranata pencegah atau juga pranata untuk beraksi bilamana konflik pecah dalam wujud kekerasan.

Pranata itu bisa sebuah institusi, bisa pula produk-produk institusi. Dan tindakan membangun pranata itulah yang sedang dilakukan oleh Pemerintahan SBY-Kalla untuk menghadapi gelombang protes dan aksi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Sayangnya yang dibangun adalah pranata untuk mengelabui rakyat. Kebijakan kenaikan BBM dikatakan karena harga minyak dunia meningkat tajam, sementara realitas kita sebagai negeri penghasil minyak tak berarti apa-apa. Pemberian ‘subsidi balsem’ bagi orang miskin adalah sebuah kebohongan karena Rp. 150.000 selama 4 bulan untuk sebuah kepala keluarga tidak berarti apa-apa dibanding jumlah yang dikeruk dari permainan politik neolib global dalam sektor bahan bakar minyak. Pengalihan subsidi kepada bidang pendidikan dan kesehatan pun cerita lain tentang janji kosong sebuah rejim. Dan kenaifan paling besar adalah mengira bahwa rakyat tidak tahu kalau rejim ini rejim kaki tangan neoliberal.

Konon bahaya paling besar bagi kemanusiaan dan kelangsungan ras manusia di Bumi adalah manusia sendiri. Ceritera kenaikan BBM, barangkali, puluhan atau ratusan tahun ke muka akan menjadi sebuah kisah dalam kitab-kitab yang dipelajari tentang bagaimana manusia menghancurkan sesamanya melalui pengerukan besar-besaran isi perut Ibu Bumi sebelum akhirnya menghancurkan Ibu Bumi itu sendiri. Akankah kisah air bah akan terulang karena Bumi makin panas? Bukankah makin hari makin banyak industri, makin banyak sumber energi yang melepaskan panas ke angkasa dari rumah-rumah dan makin tipis pelindung Bumi?

Bukan hanya hutan yang hilang sebagai pelindung, tapi tanah tempat kita berpijak dan orang-orang arif yang memandang alam sebagai syarat eksistensial manusia makin punah diterjang mesin-mesin sekelompok manusia lain yang hidup dalam ilusi akan dunia baru yang dapat diciptakannya dari kertas-kertas yang bernama uang?

Sebentar lagi kita menyambut bulan puasa Ramadhan. Doa panjang rakyat yang menjeritkan derita akan kembali bergaung ke langit: Tinggalah bersama kami ya Tuhan karena senjakala telah menyongsong Bumi ini. Tinggalah bersama kami. Amin.

Jopi Peranginangin

No comments: