Tuesday, May 31, 2011

Materi Pengantar Workshop Nasional Penyiapan Masyarakat Adat Tentang REDD dan Climate Change

Sebuah Catatan dari Workshop

Pelaksanaan workshop nasional ini dilakukan untuk mendiskusikan informasi yang muncul pada saat seminar tentang perubahan iklim dan REDD. Sekretaris Jendral AMAN, Abdon Nababan menyampaikan materi pengantar yang akan menjadi bahan diskusi bagi para peserta untuk merumuskan strategi masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim.

Dalam materi pengantarnya, Abdon Nababan menjelaskan tentang situasi yang dihadapi dunia, dan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat adat, yakni perubahan iklim. Disadari sepenuhnya bahwa jalan keluarnya adalah ketika masyarakat adat merapatkan barisan untuk memulihkan dirinya dengan praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat adat berpotensi menjadi korban, tapi sangat berpotensi menjadi solusi. Maka masyarakat adat harus mempersiapkan dirinya.

Keberadaan anggota AMAN sekarang ini ada di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, Maluku dan Papua. Jumlah ini akan bertambah karena dalam raker kali ini, AMAN sudah mempersiapkan anggota baru yang akan disahkan nanti. Inilah anggota AMAN yang harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan iklim tersebut. Baik sebagai jalan keluar atau sebagai korban.

Siklus pertanian akan berubah, karena perubahan iklim. Bagi masyarakat adat di pesisir dan pulau kecil, naiknya suhu bumi juga akan mempengaruhi, karena mencairkan es di kutub dan akan meningkatkan permukaan air. Dan dipastikan secara ilmiah, dimana para ahli memprediksi itu akan terjadi, akan ada pulau-pulau yang tenggelam dan berkurang luas pulaunya.

Sebelumnya sudah didiskusikan pra syarat untuk terpenuhi agar masyarakat adat bisa berkontribusi secara nyata untuk mencegah perubahan iklim. Pra syarat itu adalah, soal kepastian hak atas wilayah adat. Untuk mengelola wilayah adat. Apapun solusi yang ditawarkan pemerintah atau institusi lain, kalau tidak ada jaminan dan perlindungan terhadap masyarakat adat dan pengelolaanya maka solusi itu akan sulit diraih. Kedua, masyarakat adat harus merebut ruang hidup bagi sistem pengetahuan lokal dan sisem adat asli yang hidup di masyarakat adat, sehinggga sistem ini bisa efektif melakukan kewajiban adatnya untuk memelihara alam. Kalau ini hidup, maka alam akan seimbang.

Dalam 2 tahun 4 bulan ini, pengurus besar AMAN (PB AMAN) sudah masuk ke ruang-ruang kebijakan yang mungkin bisa dimasuki. Dalam konsultasi masyarakat adat se Asia untuk perubahan iklim. AMAN terlibat dalam perundingan internasional.

Perubahan Iklim dan Peluang-nya

Jadi dalam situasi ini maka perubahan iklim harus ditempatkan sebagaii peluang. Ketika pemerintah di dunia, organisasi internasional tak punya harapan untuk masalah ini, maka kepemimpinan masyarakat adat ditunggu. Bagaimana kepemimpinan itu dikelola? Supaya persoalan mendasar yang selama 10 tahun dibicarakan bisa dibawa ke arena internasional.

Sehingga sangat penting untuk menggandeng LSM dan akademisi, untuk memperkuat tekanan dan mengintensifkan intervensi AMAN dalam arena kebijakan. Dalam situasi seperti ini, masyarakat adat harus lebih aktif, lebih keras, karena ruangnya sudah terbuka.

Kebijakan-kebijakan yang selama ini meminggirkan masyarakat adat akan diangkat kembali. Jadi masyarakat adat harus bersuara lebih keras dan masuk ke arena politik lebih cepat. Kedua, masyarakat adat harus menata dirinya. Bagaiamana mau mendorong pengakuan atas hutan adat, jika hutan adat masih dikendalikan oleh taman nasioanl, HPH. Selanjutnya membangun pusat informasi tentang masyarakat adat. Data masyarakat adat harus ada dan lengkap. Data ini akan menjadi alat negosiasi yang efektif. Karena data masih menjadi kelemahan organisasi AMAN.

Ada banyak capaian yang harus di sasar dalam kerja-kerja mendatang. Misalnya untuk masyarakat adat, harus mempersiapkan diri untuk masuk dalam proses penyelesaian sengketa. Apakah masyarakat adat sudah punya tim perunding jika muncul permasalahan? Hanya sebagaian saja yang sudah punya. Kemudian mempersiapkan masyarakat adat untuk melakukan dan mengembangkan upaya litigasi dan adaptasi.

Pemerintah Indonesia hingga kini tidak punya sikap atau rencana yang sistematis untuk mengurus dampak perubahan iklim. Padahal hal rakyat akan menjadi korban. Pada momentum seperti inilah, masyarakat adat harus menunjukkan bahwa dirinya dapat diandalkan sebagai solusi. Karena itu masyarakat adat akan pro aktif membantu pemerintah. Misalnya dengan menyediakan data dan informasi untuk menyelesaikan tata ruang yang tumpang tindih. Dan masyarakat adat akan memantau pelaksanaanya. Masih banyak lagi cara-cara pro aktif untuk membantu pemerintah ini.

Organisasi masyarakat adat harus mengorganisir kelompok-kelompok profesional dan akademisi yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Keahlian mereka dibutuhkan untuk mendukung perjuangan masyarakat adat. Selama ini, keahlian mereka telah disalahgunakan untuk mendukung kebijakan pemerintah yang menyesatkan. Para akademisi ini harus dibekali pengetahuan yang tidak ada di bangku kuliah. Mereka harus dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki masyarakat adat. Dengan demikian, konsolidasi kelompok masyarakat sipil akan berjalan massif, terutama untuk menghadapi meluasnya ancaman perubahan iklim. Pengetahuan modern ala bangku kuliah berkolaborasi dengan pengetahuan tradisional yang sudah teruji dalam memelihara keseimbangan alam.

No comments: