Peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional dan Potensi Implikasinya
Tanggal 9 Agustus diperingati sebagai The International Day of World’s Indigenous Peoples atau Hari Masyarakat Adat Se-Dunia. Dan 4 tahun silam, tepatnya pada 9 Agustus 2006 perayaan peringatan Hari tersebut secara besar dan ramai telah diselenggarakan oleh Sub Komisi Ekosob Komnas HAM dengan dukungan Mahkamah Konstitusi, Departemen Sosial, dan Departemen Dalam Negeri dan UNDP Regional Center, Bangkok. Inti dari acara tersebut adalah (i) Penjelasan tentang Kebijakan PBB tentang masyarakat adat; (ii) Pembacaan Deklarasi Pembentukan Sekretariat Bersama Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat; dan (iii) Amanat Presiden Republik Indonesia.
Dalam sambutannya, hal yang penting untuk ditindak-lanjuti adalah seruan Presiden untuk memperkuat upaya perlindungan hak-hak masyarakat (hukum) adat. Hal yang tidak jauh berbeda diserukan dalam sambutan Ketua Komnas HAM, Abdul Hakim Garuda Nusantara SH. LLM. Pertemuan tersebut menurut Hakim, memiliki makna khusus karena dua bulan sebelumnya, Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang baru dibentuk, telah menyetujui Deklarasi Hak Masyarakat (Hukum) Adat yang telah dirancang dan dibahas selama Dekade Masyarakat Adat yang pertama (1994 – 2004) dan pada September 2007 draft tersebut telah disetujui oleh Majelis Umum PBB dalam Sidangnya. Hal lain yang sangat penting untuk dicermati adalah (i) pentingnya dilakukan inventarisasi masyarakat (hukum) adat sesuai dengan yang disarankan oleh Mahkamah Konstitusi agar mereka dapat mempunyai legal standing sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; (ii) Perlindungan hak masyarakat (hukum) adat sudah saatnya dilakukan secara lebih sistematis dan lebih struktural oleh karena pelanggaran yang terjadi juga bersifat sistematik dan struktural; (iii) Penting untuk merealisasikan konsep dan semangat yang tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang daerah yang bersifat istimewa dengan hak asal-usulnya yang meskipun secara konseptual diakui namun secara konstitusional belum mendapatkan perwujudan yang memadai dalam hal pengakuan dan perlindungannya; (iv) Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan oleh Komnas HAM, maka beberapa Provinsi menyatakan bahwa di daerahnya tidak ada lagi masyarakat (hukum) adat sementara di sejumlah Provinsi menyatakan masih ada masyarakat (hukum) adat; (v) Inventarisasi ini dilakukan guna melengkapi daftar komunitas adat terpencil yang sudah dikelola oleh Departemen Sosial berdasarkan SK Presiden Nomor 11 Tahun 1999; dan (vi) Pentingnya harmonisasi hukum dilakukan dalam rangka penguatan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat (hukum) adat.
Jika kita mencermati isi dari sambutan Ketua Komnas HAM ini, maka nampak bahwa secara eksplisit atau tersurat memang dinyatakan mengenai pentingnya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat (hukum) adat. Namun yang penting diwaspadai adalah pernyataan bahwa hal itu perlu dilakukan secara lebih sistematik dan struktural sebagaimana bagian yang diberi cetak tebal di atas.
Mengapa ini perlu diwaspadai? Marilah kita berandai-andai.
Pengandaian pertama adalah menduga secara positif bahwa semua upaya ini akan berjalan sebagaimana yang kita bayangkan selama ini dalam upaya gerakan masyarakat adat. Ada dua hal dalam gerakan masyarakat adat yang penting untuk menjadi pegangan dalam menilai inisiatif-inisiatif lain yang berkembang di luar jaringan gerakan yang terwadahi dalam AMAN. Pertama adalah soal otonomi komunitas masyarakat adat dan kedua adalah adanya ruang untuk prinsip egaliter dan self-determination. Jika memang arah dari inisiatif yang didorong di Komnas HAM memang mengarah kepada otonomi komunitas dan dengan itu juga memberi atau mengakui otoritas di komunitas untuk mengurus diri sendiri (self-determination dalam wujud self-governance system), maka berterima kasihlah kepada Komnas dan semua institusi negara yang telah mendorong ke arah tersebut. Cara untuk mengujinya adalah menawarkan agenda-agenda yang telah ada di AMAN yang bertujuan untuk mencapai apa yang dicita-citakan tersebut dan melihat apakah tawaran tersebut menemukan sambutan yang diharapkan atau tidak. Apakah arah yang dimaksud dalam gerakan masyarakat adat yang diusung oleh AMAN memang dipandang tepat oleh para pengusung inisiatif inventarisasi masyarakat (hukum) adat yang ada di Komnas dan lembaga-lembaga negara disebutkan di atas?
Pengandaian kedua adalah memandang bahwa seluruh inisiatif tersebut memang diarahkan untuk membunuh konsep masyarakat adat dan wacana gerakan untuk kedaulatan komunitas atas sumber-sumber agraria/sumberdaya alam. Jika memang arahnya ke sana maka kita harus menolak dengan segala upaya inisiatif yang telah dicetuskan melalui pertemuan di Taman Mini Indonesia Indah pada peringatan Hari Masyarakat Adat Se-Dunia tersebut. Beberapa hal yang perlu untuk dipelajari lebih lanjut dapat dirumuskan berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
§ Perlu diperiksa apakah inisiatif tersebut merupakan ”negaraisasi” masyarakat adat dalam arti menempatkan masyarakat adat sebagai sebuah struktur yang secara keseluruhannya merupakan sebuah struktur terendah dalam bangunan Negara Republik Indonesia? Hal ini penting, karena jika demikian yang terjadi, maka tidak ada ruang kewenangan masyarakat, karena yang ada hanyalah kewenangan negara;
§ Pembentukan Sekretariat Nasional Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, dari judulnya dalah sebuah konsep yang menarik. Namun dari situ dapat terjadi sebuah upaya kontra wacana terhadap seluruh konsep gerakan masyarakat adat yang diusung AMAN. Mengapa? Karena Sekretariat Nasional Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat ini dari konsepnya adalah mengenai masyarakat hukum adat, yang per definisi akan mengarah kepada komunitas-komunitas yang oleh Departemen Sosial diidentifikasikan sebagai Komunitas Adat Terpencil, yang seluruh konsep dasarnya tidak merujuk kepada pendekatan hak-hak dasar masyarakat adat untuk mengurus diri sendiri dan terutama hak atas sumberdaya agraria di dalam wilayah yang dikenal sebagai ruang hidup mereka. Konsolidasi Sekretariat ini telah menunjukkan gejala akan dilakukan melalui Pemda dan sangat efektif dalam memobilisasi masyarakat karena menggunakan fasilitas dan kelengkapan struktur negara.
§ Pelemahan gerakan itu bisa terjadi melalui pendekatan kultural, dan targetnya adalah para elit-elit adat yang feodal, dan ini akan didorong menjadi konsep ”dengan nama lain” dan kemudian ”membunuh” isu masyarakat adat dengan menuduh gerakan masyarakat adat sebagai sebuah konsep kembali ke feodalisme.
§ Hal ini akan kembali menguatkan konsep memasukan masyarakat adat ke dalam struktur negara agar dapat diatur sesuai dengan ”perkembangan jaman” dan tidak bertentangan dengan prinsip negara Indonesia.
§ Terkait dengan konsep otonomi komunitas masyarakat adat yang didorong oleh AMAN, inisiatif ini akan membunuh itu. Karena setelah memobilisasi wacana bahwa masyarakat adat adalah para elit feodal – dan setelah itu membunuh konsep masyarakat adat sebagai komunitas otonom – maka otonomi yang kemudian didorong adalah yang berhenti di Kabupaten.
No comments:
Post a Comment