Pagi itu, 17 Maret 2010, ribuan orang dari komunitas adat Rakyat Penunggu telah memenuhi lapangan Merdeka, Kota Medan. Dengan antusias, mereka memenuhi tiap sudut lapangan yang menjadi salah satu landmark Kota Medan tersebut. Mereka hadir untuk merayakan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) XI. Cuaca yang cerah seolah memberi restu bagi Masyarakat Adat yang tergabung dalam AMAN untuk merayakan hari kebangkitannya.
Baliho dan spanduk bertebaran di tiap sudut lapangan. Kalimat-kalimat tuntutan mendominasi isi spanduk. Baliho raksasa berdiri kokoh mengapit panggung utama. Baliho raksasa tersebut memuat kalimat yang menjadi tema utama, yakni “Dengan Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 17 Maret 2010: Kita Ciptakan Indonesia Sebagai Rumah Aman Bagi Masyarakat Adat Nusantara dan Sub Tema: Sukseskan Undang-Undang Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.” Tema utama ini dimaksudkan untuk menggalang aksi-aksi kolektif masyarakat adat untuk mempercepat disahkannya UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat yang sudah terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) 2010-2014. Selain itu, tema tersebut untuk menggalang dukungan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan sengketa dan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap Masyarakat Adat.
Dalam konteks lokal, penyelenggaraan HKMAN XI ini dimaksudkan sebagai ajang menggalang dukungan untuk komunitas-komunitas adat di Sumatera Utara dalam mengampanyekan isu, tuntutan dan eksistensi mereka. Selain itu, konsolidasi dukungan untuk RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat harus dilakukan pada berbagai tingkatan, untuk mendesak Pemerintah, DPR RI dan DPD RI agar segera mengagendakan dan membahas RUU tersebut, dengan mengadopsi UNDRIP sebagai acuan dan meminta masukan-masukan dari Masyarakat Adat Anggota AMAN.
Saat matahari merambat naik ke atas kepala, terik pun mulai membakar kulit namun tak seujung kukupun massa mencair. Dengan tetap meneriakan yel-yel pembakar semangat, massa tetap solid dalam barisan mengikuti semua prosesi acara.
HKMAN adalah bukti eksistensi Masyarakat Adat
Dalam pidatonya, Sekjend AMAN Abdon Nababan memberikan apresiasi tinggi terhadap pemerintah yang sudah mulai mengakomodir hak-hak Masyarakat Adat. Dengan tegas, Sekjend AMAN meminta agar ada penyelesaian yang baik terhadap kasus-kasus yang sedang menimpa berbagai komunitas masyarakat adat di seluruh Nusantara. Tak lupa juga, Sekjen AMAN mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung RUU pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Pada akhir pidatonya, Abdon Nababan mengajak peserta perayaan untuk mengheningkan cipta, dan memanjatkan doa buat para pejuang Masyarakat Adat yang telah bahu-membahu memperjuangkan hak-haknya untuk mandiri secara ekonomi, berdaulat secara politik dan bermartabat secara budaya.
Kesempatan selanjutnya diberikan ke Pemangku adat BPRPI untuk memberikan sambutannya. Dalam sambutannya, Pemangku Adat BPRPI menyampaikan bahwa HKMAN merupakan momentum penyatuan langkah bersama Masyarakat Adat se-Nusantara untuk terus berjuang bersama-sama mencapai cita-cita. Cita-cita meraih pengakuan dan perlindungan bagi hak-hak masyarakat adat. Masyarakat Adat harus terus memperjuangkan hak-hak-nya meski darah harus tertumpah. Demikian akhir dari sambutan pemangku adat BPRPI.
Ketua Umum PB BPRPI, Alfi Noeh dalam sambutannya meminta pemerintah daerah untuk memperlakukan masyarakat adat dengan baik. Terkait dengan konflik antara Masyarakat Adat BPRPI dengan PTPN II, Alfi Noeh memnta agar PTPN II mulai memikirkan cara-cara bijaksana dalam menyelesaikan sengketa dengan Rakyat Penunggu yang tergabung dalam BPRPI. Bagi Rakyat Penunggu, PTPN II tidak ada manfaatnya. Pun demikian juga PTPN II tidak membawa untung bagi pemerintah daerah. Ketua umum BPRPI dengan tegas meminta Wakil Gubernur Sumut untuk berani dalam membantu perjuangan Rakyat Penunggu. Dan dengan tegas mengatakan akan berada dibelakang Wakil Gubernur jika ada pihak-pihak yang mengganggu upaya baik Wagub dalam menyelesaikan sengketa yang melibatkan Rakyat Penunggu.
Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh menyampaikan beberapa hal dalam pidatonya. Beliau menyampaikan bahwa HKMAN telah memperlihatkan tentang eksistensi masyarakat adat yang harus terus dipertahankan keberadaan, dan hak-hak-nya harus dilindungi. Selanjutnya, beliau mengatakan masih banyak persoalan dan konflik yang terjadi. Terutama konflik dalam pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan Masyarakat Adat dengan Pemodal. Terkait RUU Masyarakat Adat, Ridha Saleh mengharapkan UU ini akan menjadi UU payung bagi pemerintah dalam menyusun UU sektoral yang terkait dengan Sumber Daya Alam.
Pidato selanjutnya adalah Wakil ketua DPRD I SUMUT. Beliau mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengawal RUU tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Pengawalan ini dimaksudkan agar isi dan tujuannya tercapai seperti yang diinginkan.
Sejalan dengan pidato-pidato sebelumnya, Wagub Sumut, Gatot Pujonoegroho meminta kepada semua pihak agar acara ini dapat menumbuhkan komitmen sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan negara. Wagub mengatakan selama ini banyak benturan yang terjadi antara pemilik modal dan masyarakat adat di seluruh Nusantara. Sehingga, HKMAN ini harus dijadikan sebagai momentum untuk menjadikan masyarakat adat sebagai warga kehormatan di negara ini. Tugas pemerintah adalah melayani dan memperjuangkan kemerdekaan bagi rakyat semua. Wagub juga menyampaikan 2 hal: bahwa setiap perjuangan membutuhkan militansi yang disertai doa. Memanjatkan doa kepada Tuhan agar membantu perjuangan dan menyadarkan pejabat bahwa bahwa dunia ada batasnya, dan kelak para pejabat itu akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya. Wagub juga mengharapkan agar AMAN terus mengembangkan konsep-konsep yang dinamis dan berkembang sesuai dengan situasi agar hak-hak Masyarakat Adat diakui. Hal ini terkait dengan RUU yang harus terus dikawal agar UU ini menjadi jalan keluar dalam memecahkan persoalan-persoalan Masyarakat adat. Dan pelibatan Masyarakat adat dalam Pembangunan adalah sebuah kemutlakan dan keharusan agar pembangunan berjalan lancar.
Sebagai pemuncak acara adalah peluncuran Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Koordinator BRWA, Kasmita Widodo dalam sambutannya menyampaikan bahwa BRWA dibentuk sebagai upaya untuk mengakomodir wilayah-wilayah adat yang sudah di petakan. Hal ini sangat penting agar dapat di ketahui publik dan menjadi dokumen bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Peluncuran BRWA secara resmi dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara dengan membuka penutup baliho BRWA. Peluncuran BRWA dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat BRWA kepada wilayah Adat yang sudah dipetakan, yakni: Wilayah adat Enggano Bengkulu, Lusan Riau, Lewolema Flores, Pulau Nasi NAD dan Lodang Sulawesi Selatan.
Selanjutnya acara ditutup dengan pembacaan doa agar semua yang diharapkan dapat terwujud.
No comments:
Post a Comment