Wednesday, January 24, 2007

Strategi Masyarakat Adat dalam Dinamika Politik Internasional

MASYARAKAT ADAT

Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Masyarakat Adat menetapkan kelompok-kelompok tertentu sebagai Masyarakat Adat,

1. Sebuah kelompok social yang secara turun temurun sudah ada dan berada di wilayah suatu negara ketika kelompok-kelompok lain dari kebudayaan atau asal-usul etnis berbeda datang ke sana.

2. Karena terisolasikanya mereka dari bagian-bagian lain penduduk suatu negara, mereka memelihara hampir tanpa perubahan adat-istiadat dan tradisi leluhur mereka yang serupa dengan apa yang dikarakterisasi sebagai masyarakat adat; dan,

3. Karena mereka adalah tempat-tempat, sekaligus hanya bersifat formal belaka, di bawah suatu struktur negara yang mempunyai ciri-ciri nasional, sosial dan budaya yang asing bagi mereka.

Masyarakat Adat dikolonisasi dan dipinggirkan, dan dalam proses-proses yang menyertai kolonisasi dan dekolonisasiitu telah kehilangan hak-hak mereka sebagai rakyat untuk menguasai perkembangan budaya, ekonomi dan sosial mereka sendiri. Salah satu definisi yang tersebar paling luas adalah definisi dari Konvensi International Labour Organization 69. Konvensi ini menyatakan suatu kelompok penduduk dianggap masyarakat adat karena mereka adalah keturunan dari orang-orang yang hidup di wilayah itu sebelum kolonisasi ataupun karena mereka mempertahankan Lembaga-lembaga sosial, ekonomi, budaya dan politik sejak kolonisasi dan pembentukan negara-negara baru. Selanjutnya Konvensi ILO menyebutkan bahwa definisi yang mereka tetapkan sendiri adalah penting sekali bagi Masyarakat Adat. Kriterium tersebut baru-baru ini telah digunakan dalam suatu perjanjian tuntutan tanah antara pemerintah Kanada dan Suku Inuit dari wilayah Barat Laut.

Sekalipun semua Masyarakat Adat adalah rakyat terjajah, tidak semua rakyat terjajah menganggap diri mereka sebagai Masyarakat Adat. Dewan Sedunia untuk Kelompok-kelompok Masyarakat Adat - WCIP- juga beranggapan bahwa pengakuan kelompok-kelompok Masyarakat Adat yang lain merupakan suatu kriterium yang menentukan.

Tidak ada definisi terakhir mengenai kelompok-kelompok masyarakat Adat di seluruh dunia. Orang-orang ini secara khas akan memenuhi satu atau lebih kriteria berikut di bawah ini :

  • Keturunan dari suatu kelompok penduduk yang tinggal di suatu wilayah sebelum kolonisasi, tetapi yang dewasa ini secara dan bahasa dipinggirkan. (Misalnya suku Saami).

  • Secara budaya dan bahasa berbeda dengan penduduk lain suatu negara (misalnya suku Maasai).

  • Mempunyai gaya hidup nomadik (berpindah-pindah) atau semi-nomadik (misalnya Suku Maasai, Bushmen).

  • Penduduk dari daerah-daerah yang secara geografis bersifat pinggiran (tetapi yang dapat mempunyai arti sangat penting secara ekologis), seperti misalnya hutan lebat, daerah pegunungan atau wilayah Tundra atau Taiga Artika (misalnya, Chakma, Nenet).
  • Menurut institusi-institusi budaya, politik dan ekonomi, masyarakat berorientasi lokal namun tidak punya ambisi untuk memisahkan diri dari negara (misalnya, Inupiat, Innu, Aborigon Australia).

Sekalipun kelompok-kelompok Masyarakat Adat sangat berbeda-beda, namun demikian mereka mempunyai tiga aspek bersama yang penting dan berkaitan. Pertama, ada aspek kultur yang mengikat mereka pada istilah “rakyat”. Di sini kita berhadapan dengan suatu kelompok yang, karena persamaan sejarah, kebudayaan, keterikatan kepada suatu wilayah tanah, bahasa, dan sebagainya, merasa dan menganggap diri mereka suatu kesatuan, suatu rakyat atau suatu bangsa. Kedua, ada ide mengenai suatu wilayah bersama. Akhirnya, ada aspek politik yang mengaku bahwa penduduk atau rakyat Masyarakat Adat pada suatu waktu telah kehilangan haknya atas kemungkinan untuk menguasai urusan-urusan mereka sendiri, wilayah, kekayaan dan prospek untuk perkembangan. Para anggota mereka seringkali dipinggirkan dan disingkirkan dari proses pembuatan keputusan politik; dan hak-hak kolektif dan nasional mereka terhadap tanah air dan kebudayaan tidak diakui oleh kelompok-kelompok penduduk yang mendominasi dan memerintah. Tujuan bagi semua golongan Masyarakat Adat adalah untuk memperoleh hak atas tanah dan wilayah mereka. Ini adalah apa yang dapat disebut aspek struktural, yaitu hubungan kelompok penduduk terhadap negara di mana mereka menjadi anggotanya. Kelompok Masyarakat Adat tertentu dan kebudayaan mereka mungkin telah mengalami perubahan besar setelah melewati beberapa kurun waktu dan masih akan mengalami perubahan, tetapi secara keseluruhan, hubungan mereka yang mendasar dan tersisih terhadap negara terus berlanjut.

Definisi-definisi seringkali digunakan sebagai alat politik untuk melemahkan kekuatan rakyat. Oleh sebab itu, kita harus waspada terhadap kepentingan-kepentingan yang menyerukan hak untuk menetapkan nasib atau status sekelompok penduduk lainnya. Suatu definisi tidak tergantung hanya pada satu kata, melainkan pada kekuatan dan kemungkinan-kemungkinan. Label bukanlah sesuatu yang berdosa. Definisi-definisi yang dipaksakan dapat mempunyai akibat-akibat yang penuh kekerasan, dan kelompok-kelompok Masyarakat Adat senantiasa memandang masa depan mereka hancur lewat definisi-defenisi yang diselewengkan atau yang berisi muatan-muatan politik. Istilah-istilah seperti minoritas, penduduk, populasi, suku tetap, orang-orang terlantar, dan sebagainya, jarang diterima dengan baik oleh kelompok-kelompok Masyarakat Adat dengan kelompok-kelompok sosial, keagaman, yang berdasarkan jenis kelamin, dan lain-lain, yang membuat jarak antara mereka sendiri dengan golongan moyaritas masyarakat, dan tidak mencangkup situasi khusus di mana kelompok-kelopmok penduduk mendapat diri mereka sendiri.

Adalah sangat penting untuk menghormati istilah yang berbeda-beda Misalnya, ketika perbatasan antara Kenya dan Somalia ditetapkan, banyak orang Somalia menjadi warga negara Kenya. Dewasa ini mereka merupakan suatu minoritas tetapi bukan Masyarakat Adat. Sebaliknya, suku Maasai di Kenya dan Tanzania adalah Masyarakat Adat. Orang-orang Tibet tidak memandang diri mereka Masyarakat Adat, karena visi mereka adalah mendirikan suatu negara Tibet merdeka.

Tuntutan-tuntutan kelompok Masyarakat Adat membedakan mereka dari kelompok-kelompok minoritas dan kesukuan, karena mereka ingin memperoleh kembali hak-hak yang dirampas dari mereka sebagai suatu bangsa lewat proeses sejarah. Kelompok Kerja PBB tentang kelompok-kelompok Masyarakat Adat dibentuk justru karena banyak rakyat di seluruh dunia tidak termasuk dalam pertimbangan oleh Usaha-usaha Umum PBB untuk menjamin kepentingan minoritas. Kelompok-kelompok Masyarakat Adat menuntut hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk mengembangkan diri sendiri sebagai rakyat atau bangsa berdaulat. Banyak yang secara jelas telah kehilangan hak untuk menentukan nasibnya sendiri tetapi tidak kehilangan hak untuk menentukannya.

HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI

Kelompok-kelompok Masyarakat Adat dihubungkan oleh suatu tujuan utama yakni untuk dapat memutuskan mengenai kondisi-kondisi mereka sendiri. Mengenai masa depan mereka sendiri sebagai rakyat yang merdeka. Keinginan untuk memperoleh kemerdekaan politik dari negara. Hak menentukan nasib sendiri menyatakan keinginan kolektivitas untuk memperoleh dan melaksanakan hak untuk memutuskan bagaimana para anggota kelompok akan hidup. Secara budaya hal ini berati, misalnya hak untuk berbicara dengan bahasanya sendiri. Secara politik ini berarti, misalnya, hak untuk ikut serta dengan bebas dalam diskusi-diskusi konsturktif dengan negara di mana mereka merupakan bagiannya.

Mayoritasnya kelompok Masyarakat Adat menginginkan satu atau lain bentuk pemerintah sendiri, tetapi hanya sedikit yang mencamtumkan kemerdekaan nasional pada programnya. Mereka tidak ingin mendirikan suatu negara baru dengan suku bangsa homogen, tetapi menegakan relung budaya dan politik dalam kerangka yang sudah ada. Pemerintahan Dalam Negeri Greennland merupakan salah satu contoh yang paling jauh jangkuannya dan paling jauh jangkuannya dan paling berhasil dalam hal ini.

Dalam rangcangan Deklarasi Internasioal tentang kelompok Masyarakat Adat Sedunia dari kelompok Kerja PBB tentang Masyarakat Adat, ungkapan ini dirumuskan dalam pasal 3,

“Kelompok-kelompok Masyarakat Adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka secara bebas menetapkan status politik mereka dan secara bebas melaksanakan pembangunan ekonomi, sosial dan buduya mereka”. Sekarang diakui bahwa menentukan nasib sendiri merupakan prasyarat bagi hidup berdampingan secara damai. Misalnya, Laporan Akhir dari Pertemuan para Ahli PBB di Nuuk 1991, menyatakan bahwa. “Hak menentukan nasib sendiri suatu rakyat merupakan persyaratan bagi kemerdekaan, persamaan dan perdamaian, baik dalam suatu negara maupun dalam masyarakat internasioal”.

Adalah merupakan pengertian IWGIA bahwa semua pemerintah dan Uni Eropa seharusnya mengusulkan agar hak kelompok-kelompok Masyarakat Adat untuk menentukan nasib sendiri diakui sesuai dengan pasal 3 dalam rancangan Deklarasi Kelompok Kerja PBB bagi Masyarakat Adat, sebagaimana sedang dilaksanakan dalam praktek dengan bekerja sama dengan rakyat Greenland. Dengan demikian suatu isyarat politik yang kuat akan dikirim yang akan didengar dan dimengerti. Tambahan pula pemerintah-pemerintah juga harus memberikan rekomemdasi kepada Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia untuk menyatakan ayat 3 tanpa perubahan sama seperti yang disarankan oleh Kelompok Kerja Khusus tentang Masyarakat Adat.

Kelompok Kerja PBB tentang Masyarakat Adat sedang mempersiapkan suatu untuk Deklarasi Internasional mengenai Kelompok-kelompok Masyarakat Adat. Ini merupakan suatu pernyataan keinginan suatu tujuan yang sedang diupayakan oleh masyarakat internasioal. Sebaliknya. Konvensi ILO 167 tentang “Kelompok Masyarakat Adat dan Kesukuan di negara-negara Merdeka” merupakan suatu dokumen yang mengikat negara-negara yang mendatanganinya. Mengenai butiran-butirannya, Konvensi ILO 169 tidaklah terlalu jauh jangkuannya tetapi untuk sementara Konvensi tersebut merupakan dokumen paling penting yang ada mengenai suatu jaminan internasional terhadap hak-hak Masyarakat Adat.

Sebagai suatu langkah mendasar semua negara di mana kelompok-kelompok Masyarakat Adat dengan persetujuan bebas dan setelah mendapat informasi selengkapnya memberi rekomendasi demikian, seharusnya meratifikasi Konvensi ILO 169. Adalah merupakan pandangan IWGIA bahwa pemerintah-pemerintah harus menyusun rencana strategis yang tidak terikat pada Konvensi ini melainkan harus mendukung tujuan yang tercantumkan dalam rangcangan Deklarasi Internasional dari Kelompok Kerja PBB tentang Masyarakat Adat. Tetapi ratifikasi terhadap Konvensi ILO 169, jangan sekali-kali digunakan untuk menurunkan hak-hak konstitusional dari kelompok-kelompok Masyarakat Adat.

Dialog Politik

Masyarakat Adat seringkali tidak diikutsertakan dalam keputusan-keputusan yang menyangkut masa depan mereka sendiri. Contoh-contoh diskriminasi tersebut banyak sekali. Di negara-negara tertentu, misalnya Bangladesh dan Indonesia, hal ini dicapai lewat digunakan kekerasan. Di negara-negara lain, misalnya Botswana, perundang-undangan mencegah para pemburu dan pengumpul untuk memiliki tanah, yang semata-mata merupakan suatu cara hukum untuk memisahkan kaum Bushmen dari cara hidup mereka yang mendasar. Di India dan Hawai kelompok-kelompok Masyarakat Adat tidak diikutsertakan karena tidak diakui sebagai Masyarakat Adat.

Suatu tujuan dalam skala dunia haruslah untuk memastikan bahwa masyarakat adat dilibatkan dalam semua keputusan yang menyangkut masa depan mereka sendiri. Pada tingkat politik, hal ini diakui dalam usul PBB untuk suatu deklarasi internasional mengenai Masyarakat Adat. Dalam hal ini, hak kolektif Masyarakat Adat terhadap negara ditetapkan dalam rumusan kata-kata terperinci. Pada umunya usulan Deklarasi itu menyatakan, bahwa. “Masyarakat Adat mempunyai hak untuk mempertahankan dan memperkuat ciri-ciri politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka yang berbeda, maupun sistem hukum mereka, sementara tetap menggunakan hak mereka untuk berpartisipasi sepenuhnya, kalau mereka memilih demikian dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya dari negara”.

Secara praktis hal ini terungkap, misalnya, dalam Konvensi ILO 169, yang menetapkan serangkaian persyaratan mengenai keikutsertakan Masyarakat Adat dalam proses pembagunan. Bank Dunia juga menetapkan serangkaian persyaratan khusus (Petunjuk Operasional untuk Masyarakat Adat) untuk pihak-pihaknya sendiri dan untuk keikiutsertakan Masyarakat Adat dalam proyek pembangunan.

Kelompok Kerja PBB tentang Masyarakat Adat telah memperkenalakan suatu kebiasaan khusus di mana semua wakil Masyarakat Adat mempunyai hak untuk berbicara . Hal ini mempunyai arti sangat penting agar dialog politik berlangsung dalam Kelompok Kerja. Tetapi ketika Usul Kelompok Kerja diperdebatkan oleh instansi lebih tinggi dalam sistem itu hanya sedikit Masyarakat Adat yang dapat memberikan pengaruh pada proses pengambilan keputusan yang amat menentukan ini. Sekarang sedang berlangsung diskusi tentang cara di mana suatu struktur baru dapat merubah situasi ini.

IWGIA percaya bahwa semua pemerintah di lingkungan PBB seharusnya mengusulkan agar kebiasaan ini dilindungi apabila rancangan deklarasi ini dibicarakan oleh instansi-instansi lebih tinggi dalam sistem PBB, yaitu di bawah komosi tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini akan menjamin bahwa Masyarakat Adat mempunyai perwakilan langsung dan mempunyai pengaruh terhadap masa depan mereka sendiri. Dengan demikian pemerintah-pemerintah akan mengikuti salah satu dari rekomendasi-rekomendasi Norwegia terdahulu.

Di banyak negara Masyarakat Adat mempunyai sedikit atau tidak mempunyai kemungkinan untuk menentang pemerintah atau melindungi diri mereka terhadap ketidakadilan. Dukungan dari masyarakat internasional sangat menentukan bagi mereka. Kelompok Kerja PBB bertindak sebagai wadah di mana Masyarakat Adat datang menentang dunia. Hal ini telah terbukti sangat Penting bagi kelompok Masyarakat Adat datang menentang dunia. Hal ini telah terbukti sangat penting bagi kelompok Masyarakat Adat di pulau Bougainville (Papua Nuginea), untuk menyebut satu contoh saja. Selama bertahun-tahun beberapa negara juga mendapat bantuan Dana Sukarela PBB yang mempermudah keikutsertaan Masyarakat Adat dalam pertemuan Kelompok Kerja.

Pertemuan-pertemuan dan Konferensi Internasional adalah sangat penting karena di atas dan di balik tujuan formalnya, pertemuan-pertemuan itu memberikan kepada kelompok-kelompok Masyarakat Adat kesempatan untuk saling bertemu dan belajar satu sama lain. Salah satu contoh adalah pertemuan regional bagi suku Bushmen di Afrika Selatan yang memberikan dampak sangat positif terhadap dialog antara mereka dan pemerintah Botswana dan Namibia. Demikian pula, kita telah menyaksikan bahwa kerja sma dan pembentukan jaringan Afrika telah diperkuat secara sangat berarti lewat konferensi-konferensi, baik di dalam maupun si luar Afrika.

Direkomendasi bahwa pemerintah-pemerintah memberi sumbangan kepada Dana Sukarela PBB dan bahwa sumbangan ini dinaikkan sehingga di masa depan dana-dana khusus dapat disisihkan untuk memudahkan keikutsertaan kelompok-kelompok Masyarakat Adat dalam kerja sama internasional.

Untuk dapat menjamin kepentingan-kepentingan yang sah dari kelompok Masyarakat Adat dalam kerja sama internasional ini, IWGIA mendukung pembentukan suatu forum permanen untuk penduduk pribumi dalam rangka sistem PBB.

PERSETUJUAN KONSTRUKTIF HAK ATAS TANAH DAN WILAYAH

Banyak orang merasa khawatir bahwa pengakuan atas hak Masyarakat Adat untuk menentukan nasibnya dan kedaulatannya sendiri akan menuju ke suatu proses Balkanisasi. Tetapi pengalaman menunjukan bahwa kekhawatiran ini tidak berdasar. Ditetapkannya Pemerintah Sendiri Greenland maupun persetujuan Nunavut di kanada merupakan contoh-contoh bagaimana hak menentukan nasib sendiri bisa dilaksanakan secara damai dan sekaligus menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pemerintah Sendiri Greenland dan Parlemen Saami di negara-negara Skandinavia merupakan contoh-contoh bagaimana penerapan hak menentukan nasib sendiri berlangsung serta menjamin dilestarikannya kewibawaan negara dan dimajukannya hidup berdampingan secara damai.

Kelompok-kelompok Masyarkat Adat seringkali menjauhkan diri dari negara. Tetapi lewat hak menentukan nasib sendiri betapapun mereka dapat meningkatkan interaksi mereka secara damai. Partisipasi atau interaksi kelembagaan adalah positif apabila hal ini berlangsung dalam kondisi timbal balik dan saling menghormati dan antara pihak-pihak yang mengakui kedaulatan masing-masing. Tujuan kelompok Masyarakat Adat adalah melindungi hak-hak mereka dan biasanya dalam kerangka negara yang bersangkutan. Hak menentukan nasib sendiri mengandung arti kemungkinan bahwa suatu pihak yang lemah dapat ambil bagian dalam perkembangan sosial yang konstrutif yang memperkuat kedua belah pihak. Proses ini berbeda dengan asimilasi di mana pihak yang lemah mengakomodasi diri terhadap suatu kelompok yang lebih kuat.

Hubungan-hubungan konstrutif antara negara dan kelompok-kelompok Masyarakat Adat harus di bangun atas dasar pengakuan terhadap hak-hak kolektif dan individual dari Masyarakat Adat. Hanya beberapa orang Masyarakat Adat berhaluan nasionalis dalam arti bahwa mereka ingin mempertahankan identitas etnis dan budaya mereka sendiri. Sampai penentuan nasib sendiri yang cukup besar tercapai kelompok-kelompok Masyarakat Adat akan terus menerapkan apa yang disebut strategi etno-politik yaitu pemusatan perhatian pada hak-hak etnis mereka sendiri. Salah satu cara untuk mencegah agar gerakan ini tidak berkembang ke arah suatu gerakan nasionalistis atau chauvinistis ekstrim adalah mengakuai kelompok-kelompok Masyarkat Adat sebagai mitra yang sederajat. Seandainya masyarakat adat itu secara relatif miskin, memperlakukan mereka secara bermartabat sejak awal hanya dapat dicapai dengan memberikan dukungan ekonomi antara lain untuk pengorganisasian diri mereka. Pengorganisasian diri dengan demikian merupakan suatu prsyaratan agar dialog politik dapat berlangsung antara mitra-mitra sederajat dan akibatnya juga merupakan suatu prasyaratan bagi tercapainya persetujuan-persetujuan konstruktif.

Tetapi sekalipun kebanyakan negara Afrika dan Asia terus mengingkari adanya kelompok-kelompok masyarakat adat di dalam wilayahnya, beberapa negara tertentu seperti Nambia Botswana, Tanzania dan Mali, telah membuka jalan bagi dialog dengan kelompok Masyarkat Adat. Proses pertunjukan dan penetapan persetujuan-persetujuan konstruktif adalah sangat penting dan kiranya akan menarik banyak perhatian internasional.

Persetujuan-persetujuan konstruktif antara negara dan kelompok-kelompok masyarakat adat mempunyai hak tertentu tanah mereka. Kelompok Kerja PBB telah merumuskan hal ini sebagai berikut: Kelompok-kelompok masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki, megembangkan, menguasai dan menggunakan tanah dan wilayah termasuk lingkungan keseluruhan dari tanah, udara, perairan, laut pantai, es laut, flora dan fauna dan sumber daya lain yang secara tradisional telah mereka miliki atau kalau tidak mereka duduki atau mereka gunakan”.

Hak-hak semacam itu dapat diperoleh dengan berbagai cara dengan memperhitungkan kondisi budaya, keadaan historis atau dalam hal-hal tertentu peraturan politik kekuasaan. Pemerintah Dalam Negeri Greenland merupakan salah satu contoh dari suatu perjanjian yang didasarkan pada hak memerintah wilayah sendiri. Sameting di Norwegia (parlemen Saami) merupakan contoh dari nasehat bagi pemerintah sendiri secara etno-politik. Demarkasi yang didukung pemerintah Denmark dan proyek pemilikan hak atas tanah di Peru merupakan contoh-contoh mengenai pembuatan keputusan sendiri yang didasarkan atas pemilikan tanah secara kolektif.

Dukungan terhadap kelompok-kelompok masyarakat adat harus dibangun atas pengakuan terhadap hak-hak kolektif masyarakat adat atas tanah dan sumber daya. Untuk memajukan perkembangan persetujuan-persetujuan yang layak diterima secara lokal antara masyarakat adat dan negara, semua negara seyogyanya memberi sumbangan khusus untuk memajukan kegiatan penelitian dan pengumpulan informasi di bidang ini.

Mengenai pemilihan proyek-proyek pembangunan, termasuk pemukiman kembali para pengungsi internal atau pengungsi yang ada, negara dan badan-badan pemberi bantuan harus memberi prioritas kepada proyek-proyek yang langsung atau tidak langsung mendukung perjanjian-perjanjian yang sudah ada atau memajukan proses kerukunan dan upaya untuk mencapai persetujuan konstruktif antara kelompok-kelompok masyarakat adat dan negara.

Hak Mengorganisir Diri Sendiri

Banyak kelompok masyarakat adat berada dalam kedudukan sangat lemah berkenaan dengan pendidikan, pengalaman organisasi dan kesempatan untuk mengurus kepentingan-kepentingan sendiri. Oleh karena itu, penguatan mereka merupakan suatu prasyaratan bagi mereka untuk dapat memulai dialog dengan negara atau melakukan proyek-proyek pembangunan mereka sendiri. Hal ini berlaku terutama bagi kelompok penduduk yang kehidupannya secara historis pada pokoknya adalah berburu, memerangkap, memancing dan mengumpul. Contoh-contoh mengenai kelompok penduduk semacam ini adalah Suku Bushmen di Afrika Selaran, Suku Dorobo di Kenya, suku Hadzabe di Tanzania, demikian pula banyak kelompok penduduk penduduk di Siberia dan Amazon. Penguatan tersebut secara eksplisit juga direkomendasikan dalam laporan Brundtland.

Tetapi dalam banyak hal orang-orang ini tidak mempunyai pengalaman untuk menangani sistem nasional dan dalam kontek nasional, masyarakat-masyarakat mereka seringkali diwakili oleh orang-orang yang berpengalaman dengan sistem nasional namun tidak mempunyai kedudukan politik atau budaya di kalangan rakyat mereka. Hal ini dapat menimbulkan persoalan. Adalah penting di masa-masa mendatang situasi ini, yang biasa dialami oleh banyak kelompok masyarakat adat, di mana orang memegang kedudukan politik berkat pengetahuan mereka tentang situasi nasional dan menggunakan hal ini untuk menciptakan suatu sistem dengan kepimpinan ganda, ditiadakan. Proses ini dapat melemahkan anjuran bagi pelaksanaan hak mengorganisir diri sendiri.

Kelompok-kelompok masyarkat adat seringkali tinggal jauh terpisah satu sama lain dan komunokasi adalah sukar dan mahal. Hal ini menghalangi kemungkinan-kemungkinan untuk berdagang bersama dan menangani urusan-urusan mereka sendiri. Tetapi, telekomunikasi modern telah membawa kemungkinan-kemungkinan baru.

Suatu strategi untuk mendukung kelompok-kelompok masyarakat adat di seluruh dunia haruslah memberi prioritas di seluruh dunia haruslah memberi prioritas tertentu untuk memajukan pengorganisasian diri sendiri. Masukan semacam itu dapat mencangkup dukungan bagi organisasi-organisasi masyarakat adat itu sendiri, bimbingan untuk dewan komunikasi atau dewan para tetua, pendidikan dan pelatihan para pemerintah rakyat Barefoot pemimpin administator, krusus-krusus dalam pembukuan, krusus-krusus penerapan penulisan, penerbitan koran lokal, pembelian radio dan perlengkapan telekomunikasi lainnya, dan sebagainya. Merupakan pandangan IWGIA bahwa bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor dan organisasi-organisasi multilateral haruslah berbentuk pelatihan bagi penduduk setempat.

Sebagai bagian dari sumbangan pembangunan yang berorientasi tujuan, para pemuka masyarakat, para asisten pembangunan, dan lain-lain harus diberi kesempatan untuk membentuk pengetahuan mereka mengenai dunia sekitar lewat, misalnya keikutsertaan dalam pertemuan-pertemuan dan kursus-kursus LSM tingkat nasional, regional atau internasional, dan lain-lain. Merupakan pandangan IWGI bahwa progaram semacam itu dapat dilaksanakan secara memuaskan.

Kesinambungan dan Keadilan

Kelompok-kelompok masyarkat adat menggunakan daerah di mana mereka tinggal untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri maupun untuk kebutuhan komersial. Kelangsungan hidup masyarakat dan kebudayaan kita tergantung pada jaminan bahwa mereka dapat terus menggunakan dan menguasai sumber daya mereka. Tetapi kelompok-kelompok masyarakat adat seringkali hidup di daerah-daerah dengan keanekaragaman biologis yang berbeda-beda yang mempunyai arti ekologis penting yang menjangkau jauh di luar wilayah mereka sendiri. Beginilah tepatnya situasi bagi kelompok-kelompok masyarakat adat di wilayah pegunungan dan hutan di mana sungai-sungai benua yang besar mendapatkan mata airnya. Di daeah-daerah kering mereka mempertahankan hidup mereka lewat nomadisme atau semi-nomadisme tanpa memeras habis tanah dan dengan demikian mencegah penandusan dan degradasi tanah lebih lanjut. Kelompok-kelompok masyarakat adat mendasarkan perekonomian mereka pada pemanfaatan dari spektrum luas species yang berbeda-beda dan srategi penggunaannya. Dari sudut pandangan barat, hal ini seringkali membutuhkan tanah yang sangat luas. Tetapi selama berabad-abad kelompok-kelompok masyarakat adat telah tinggal dan menggunakan tanah, laut dan sungai tanpa menghancurkan keseimbangan ekologis. Wilayah-wilayah luas yang rentan secara ekologis, seperti mislanya tanah-tanah kering Afrika hutan belantara Amerika Selatan daerah Tundara dan Taiga Rusia, hanya terancam untuk pertama kali oleh konsumsi sumber daya dunia industri dan perluasannya.

Pembangunan berkesinambuangan hanya dapat dicapai dengan mempertimbangkan lingkungan budaya maupun lingkungan alam. Satu prasyaratan yang perlu untuk ini adalah bahwa kelompok-kelompok masyarakat adat mendapat jaminan penguasaan dalam satu atau lain bentuk atas penggunaan wilayah mereka sendiri. Tetapi ini tidakalah cukup. Tidak akan ada pembangunan berkesinambungan tanpa keadilan budaya. Kita tidak dapat begitu saja masuk ke sana dan merampas hak untuk menebang pohon dari penduduk yang mendiami hutan belantara, kalau kira sendiri mempunyai bagian tanggung jawab untuk memastikan keadilan ekonomi budaya-budaya Ero-Amerika mempunyai kewajiban moral untuk memberi sumbangan dan dalam banyak hal keadilan hanya dapat dicapai dengan lebih banyak memberi keuntungan ekonomi kepada kelompok penduduk yang terkena.

Berkenan dengan pelaksanakan lebih lanjut pembangunan yang berkesinambungan dan adil semua negara mempunyai kewajiban moral untuk mendukung pelestarian penanaman berpindah-pindah nomadisme perburuan pengumpulan penangkapan binatang dengan perangkap dan penangkapan ikan serta perdagaan bebas produk-produknya baik secara nasional maupun internasional.

Perdagangan bebas merupakan tujuan hakiki dari masyarakat-masyarakat barat. Namun demikian dalam banyak hal masyarakat barat mengenakan pembatasan terhadap kelompok-kelompok masyarakat adat untuk menjual produk-produk mereka Adalah tidak adil untuk menuntut dari budaya-budaya lain apa yang tidak kita tuntut dari diri kita sendiri. Demikian pula hal ini tidak meneruskan perkembangan kesinambungan kalau didasarkan pada prakondisi-prankondisi yang berada di luar kekuasaan masyarakat adat. Keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan politik merupakan salah satu dari banyak prasyaratan untuk mencapai keadilan. Perlindungan terhadap praktek perdagaan yang diskriminatif adalah salah satu prasyaratan yang lain.

Oleh karena itu semua negara harus memberi penekanan pada kewajiban masyarakat dunia untuk mematuhi Prinsip 12 dari Deklarasi Rio yang menekankan bahwa. “Langkah-langkah kebijakan perdagangan untuk keperluan lingkungan haruslah tidak merupakan sarana diskriminasi sewenang-wenang atau pembatasan terselubung atas perdaganggan internasional. Tindakan-tindakan sepihak untuk menghadapi tantangan-tantangan lingkungan di luar yuridiksi negara pengimpor harus dihindari”.

Untuk menjamin berlanjutnya penggunaan sumber daya alam oleh kelompok masyarakat adat secara berkesinambungan kesadaran harus bergerak ke arah nilai-nilai kehidupan prioritas dan sistem pengggunaan sumber daya secara berkesinambungan haruslah merupakan penguatan terhadap pengelolaan-sendiri atas alam oleh masyarakat adat kemungkinan untuk mengadakan pengelolaan bersama secara serius. Banyak kelompok masyarakat adat telah mengubah cara pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan sumber daya alam mereka seiring dengan perkenbangan ilmu dan teknologi. Masyarakat adat nenurut definisi bukanlah pelindung alam. Namun demikian kepentingan mereka terhadap alam berkaitan erat dengan penguasaan dan usaha yang besar harus dilakukan untuk menjamin bahwa masyarakat adat dapat mengambil keuntungan dari dan menegakan kembali tradisi mereka untuk pengelolaan sendiri secara modern.

Banyak cagar alam dan cagar satwa telah didirikan dengan pengertian bahwa masyarakat adat harus berburu di luar kawasan itu. Cagar Satwa Pusat Kalahari di Botswana dan Seringetti di Tanzania hanyalah dua contoh dari hal ini. Kelompok-kelompok masyarakat adat harus dilibatkan dalam proses pembentukan taman atau cagar untuk melindungi alam, dan hak-hak, prioritas dan keinginan mereka haruslah dihormati.

Pemerintah dan organisasi multilateral harus menempuh semua langkah yang perlu untuk memastikan bahwa produk kelompok-kelompok masyarakat adat diberi syarat-syarat perdagaan yang adil dan tidak dijadikan sasaran bagi peraturan-peraturan diskriminatif, peraturan perpajakan, dan lain-lain. Demikian pula semua pemerintah termasuk Uni Eropa sebaliknya memeriksa dan membuat usulan mengenai barang-barang yang dihasilakn oleh kelompok-kelompok masyarakat adat yang dapat memperoleh syarat-syarat perdagangaan prefensial.

Di daerah-daerah yang rentan secara ekologis dan biologis, seperti disebutkan di atas, badan-badan pemberi bantuan harus menargetkan dukungan yang akan menjaga hak-hak penduduk setempat atas tanah. Ini penting bagi sebagaian besar kelompok masyarakat adat di Afrika, Asia dan Amerika Selatan.

Suatu lingkungan “alam” tanpa manusia tidakalah ada. Proses yang menyebabkan banyak kelompok masyarakat adat terusir dan suatu wilayah untuk memberi jalan bagi temapat pesiar untuk wisatawan dan cagar satwa adalah tidak adil dan merupakan suatu dalih untuk membenarkan prasangka yang luas terhadap para pengumpul, pemburu dan kaum nomad. Negara-negara donor dan organisasi-organisasi multilateral harus memberi dukungan kepada program, maupun kepada keberadaan cagar-cagar alam, yang akan menjamin perkembangan berkesinambungan bersama-sama dengan kelompok-kelompok masyarakat adat dan dengan menghormati sumber-sumber penghidupan mereka.

Perbatasan negara-negara memotong lingkungan hidup tanpa memperdulikan keberadaan kelompok-kelompok masyarakat adat. Oleh karena itu pemerintah-pemerintah harus mendukung kerja sama lingkungan maupun budaya melintas perbatasan-perbatasan. Dukungan ini harus diberikan secara langsung kepada organisasi dan lembaga kelompok-kelompok masyarakat adat.

Integritas Budaya

Kelompok-kelompok masyarkat adat seluruh dunia mempunyai visi yang sangat berbeda-beda mengenai masa depan dan perkembangan masyarakat mereka sendiri. Tetapi mereka juga sama-sama mempunyai keinginan untuk dapat mengatur dan menguasai perkenbangan itu sesuai dengan kriteria dan mengikuti kebutuhan dan strategi mereka sendiri. Banyak kebudayaan masyarakat adat sangat berbeda dengan kebudayaan kita sendiri dan beberapa di antaranya dalam batas yang cukup jauh harus menyesuiakan diri dengan tuntutan budaya asing lewat kolonialisme dan dominan selama berabad-abad. Adalah penting agar kita menghormati perbedaan budaya, keragaman dan kebhinekaan ini. Tetapi perbedaan tidak dapat diukur berdasarkan kesamaan atau kelainan terhadap perspektif budaya kita sendiri.

Untuk mempertahankan, mempraktekkan dan melanggengkan suatu kebudayaan berarti bahwa seseorang harus berjuang untuk melindungi integritas budayannya-tidak perlu ciri-ciri budayanya yang khusus (tari, teknologi, pakaian, dan sebagainya). Keperibadian dilindungi sekalipun isi budayanya berubah. Intergritas budaya adalah batu dasar dari setiap jenis perkembangan pribadi. Suatu contoh positif mengenai hal ini adalah Suku Inupit dari Alaska Utara yang berkat penghasilan besar dari penambangan minyak, telah mampu untuk memajukan kerja sama internasional, perlindungan lingkungan dan perkembangan lebih lanjut dari pemanfaatan berkesinambungan atas sumber-sumnber daya radisional. ereka mencapai hal ini, dengan mengadakan Konferensi Inuit Lingkaran Kutub, Komisi Perburuan Ikan Paus Alaska dan Komisi Perburuan Beruang Laut Eskimo Alaska.

Masalahnya bukanlah sejauh mana kelompok-kelompok masyarakat adat akan kembali pada gaya kehidupan lama ataupun menjadi terasimilasi ke dalam kebudayaan masyarakat yang dominan. Masyarakat Adat ingin melaksanakan suatu pembangunan yang didasarkan pada kebudayaan mereka sendiri bukan untuk menolak pembangunan. Adalah amat vital agar kita menghormati integritas budaya serta kesinambungan ini dan dengan berbuat demikian, kita mengakui bahwa peluang suatu kebudayaan untuk mempertahankan hidup dan dapat berkembang sendiri terletak pada kemampuan dan kemungkinan untuk menguasai dan memasukkan teknologi baru dan unsur-unsur lain bukan menolak.

Integritas budaya ini dapat diperkuat dan kesinambungan dapat dijamin dengan menerapkan visi dinamik yang sama terhadap kebudayaan sebagaimana kita menerapkan pada perkembangan sosial pada umumnya ada dengan mempertimbangkan persepsi mereka sendiri sehingga kelompok-kelompok masyarakat adat mereka menjadi mitra-mitra budaya dan politik yang setara. Hak menentukan nasib sendiri juga mengandung hak untuk berbeda tanpa harus mengesahkan perbedaan itu. Setiap ini di Siberia, Suku Bushmen di Afrika Selatan banyak kelompok penduduk di Asia dan Aseania. Ini dapat mengambil bentuk antara lain. Dukungan proyek-proyek yang memajukan kebuyaan masing-masing (misalnya lewat dukungan pendidikan dan bahasa) dan dalam hal tetentu dengan dukungan untuk menghidupkan kembali kegiatan kebudayaan.

Hak untuk Mengembangkan diri

Integritas budaya masyarakat adat dan pemahamannya sendiri mengenai kebuyaan dicerminkan dalam strategi perkembangan sendiri. Sekalipun tidak selalu mereka seringkali mengikuti model-model negara untuk pembangunan. Semua kelompok masyarakat adat harus mempunyai hak dasar untuk perkembangan sebagaimana hal ini dirumuskan dalam deklarasi PBB mengenai hak untuk mengembangkan diri. Standar-standar internasional seperti Konvensi ILO 169 yang harus menjamin hak-hak kelompok masyarakat adat adalah standar minimum. Kenginan kelompok masyarakat adat sendiri adalah lebih menyuruh dan bergerak ke arah suatu perkembangan yang menyangkut mereka dan berlangsung dengan suatu persetujuan mereka secara bebas dan setelah mereka mendapat informasi selengkapannya. Pendekatan ini sesuai dengan tujuan-tujuan yang dinyatakan oleh Kelompok Kerja PBB untuk Kelompok Masyarakat Adat.

Bank Dunia dalam “Petunjuk Operasional untuk Kelompok Masyarakat Adat” telah dirumuskan sedemikian rupa bahwa proses pembangunan harus menghormati sepsenuhnya martabat masyarakat adat hak asasi manusia dan kekhususan budaya. Perumusan serupa didapat dalam Konvensi ILO 169 yang juga menyatakan bahwa kelompok Masyarakat Adat akan dapat berkuasa atas perkembangan ekonomi sosial dan budaya mereka sendiri. Dalam praktek ini berarti, misalnya hak Suku Bushmen untuk berkembangan tergantung pada pengakuan terhadap kegiatan berburu dan menggembala ternak. Dalam pratek ini juga berarti bahwa Suku Inuit dan India mempunyai hak tak terbatas untuk memasarkan kulit anjing laut dan produk-produk tangkapan dengan perangkap yang berpangkal pada kegiatan berkesinambungan secara biologis. Kelompok Masyarakat Adat telah terintegrasi ke dalam pasar dunia sejak lama. Tetapi perdagangan internasional dalam produk-produk yang dihasilakan di wilayah kelompok masyarakat adat jarang yang mencukupi kebutuhan mereka untuk perbaikan yang langgeng dalam kondisi kehidupan mereka. Hal ini disebabkan oleh kedudukan mereka yang tersisih dan kurangnya penguasaan mereka atas perdagangan.

Masyarakat Adat termasuk golongan masyarakat paling miskin dan sepanjang waktu mereka tidak diikutsertakan dalam prakarsa yang ditujukan untuk memajukan satu atau lain bentuk pembangunan dalam rangka negara atau dengan dukungan lemabaga negara. Salah satu ciri yang menonjol dari kelompok masyarakat adat adalah bahwa mereka tersisih dalam sistem negara dan karena alasan ini mereka membutuhkan pengakuan khusus. Karena keadaan tersebut perlu untuk mengarahkan bantuan Luar negeri kepada kelompok-kelompok tertentu masyarakat adat tanpa mengacu kepada situasi nasional yang tidak relevan. Dari sudut pandang global. Model Utara-Selatan kurang tepat bagi kelompok masyarakat adat dan mempunyai pengaruh membatasi prakarsa yang dapat meningkatkan saling kerja sama antara kelompok masyarakat adat. Model ini juga meniadakan kerja sama antara negara-negara Barat dengan kelompok-kelompok masyarakat adat, misalnya di Rusia yang kalau tidak demikian hal itu secara wajar akan berlangsung. Akibat dari ini adalah bahwa negara-negara seperti Rusia, Afrika dan America Latin sendiri.

Pengetahuan masyarakat adat digunakan oleh banyak perusahaan dalam mengembangkan produk-produk baru, misalnya industri farmasi dan kosmestik memperoleh banyak pengetahuan dari masyarakat adat. Tetapi hak milik intelektual kelompok masyarakat adat jarang mendapat jaminan dan akibatnya kelompok-kelompok masyarakat adat tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh penguasaan atas digunakan pengetahuan mereka.

Menjadi pengertian IWGIA bahwa semua pemerintah, Uni Eropa dan organisasi-organisasi multilateral sendiri harus memenuhi standar-standar sebagai syarat minimum, yang sesuai dengan petunjuk Bank Dunia bagi semua proyek yang berkenan dengan masyarakat adat. Demikian pula merupakan pandangan IWGIA bahwa semua negara, Uni Eropa, organisasi-organisasi multilateral harus membatasi keterlibatan mereka dengan negara-negara yang melaksanakan proyek-proyek pembangunan yang berbeda dengan maksud-maksud yang dicantumkan dalam usulan bagi suatu deklarasi internasional mengenai masyarakat adat, yang menunutut kompensasi untuk kelompok-kelompok masyarakat adat dan persetujuan mereka secara bebas dan setelah memperoleh informasi selanjutnya.

Dukungan terhadap kelompok-kelompok masyarakat adat harus ditujukan kepada kelompok-kelompok sasaran. Kriteria yang selalu digunakan sampai sekarang (GNP,GNI) yang terikat pada masing-masing negara atau kawasan, tidaklah relevan bagi kelompok-kelompok masyarakat adat. Harapan masyarakat adat terhadap pembangunan seringkali ditumpahkan pada kondisi setempat, potensi dan ekosistem. Persyaratan bahwa bantuan luar negeri hanya dapat diberikan kepada negara dengan penghasilan nasional bruto di bawah suatu jumlah tertentu, secara keseluruhan harus dibatalkan sejauh menyangkut kelompok masyarakat adat. Sebagai gantinya, suatu daftar kriteria lain dapat disusun seperti misalnya kurangnya penguasaan atas tanah sumber daya, tingkat pendidikan, penguasaan ekonomi dan politik, adanya hak kolektif dan sebagainya.

Pemasaran internasional saja tidak dapat memenuhi keinginan masyarakat adat untuk ambil bagian dalam pembangunan ekonomi. Sebaliknya, prasyarat-prasyarat tersebut terletak pada penguasaan kelompok kelompok masyarakat adat itu penguasaan atas tanah dan alat produksi dan pemasaran.

Bantuan diletakkan di masa mendatang kepada kelompok-kelompok masyarakat adat harus memberikan prioritas kepada usaha-usaha yang memungkinkan mereka untuk menguasai perekonomian mereka sendiri dalam jangka panjang. Hal ini dapat mengandung dukungan pada usaha manufaktur produk-produk setempat, pemasaran lokal dan regional dari produk-produk yang menuju ke pemasaran internasional dengan perusahaan-perusahaan asing.

Dalam jangka pendek, jalan harus dirintis kemungkinan dukungan internasional kepada investasi berspektrum luas dalam kegiatan produktif untuk memproduksi dan memasarkan produk-produk setempat, khususnya di Rusia di mana proyek-proyek kecil sekalipun dapat mempunyai pengaruh besar.

Khususnya harus ada dukungan yang diberikan untuk mendirikan Dana Kecil Pembangunan Setempat (dana bergilir-revolving fund) dan untuk investasi kecil dalam sarana produksi, sarana transprotasi dan sebagainya. Kelompok-kelompok masyarakat adat harus diberi informasi mengenai dukungan khusus ini dan didorong untuk memanfaatkannya.

Semua pemerintah dan Uni Eropa harus menyelidiki apa yang dapat mereka perbuat untuk melindungi hak-hak pemilikan kelompok masyarakat adat.

Hak Asasi Manusia

Setiap hari sepanjang tahun, rakyat di seluruh penjuru dunia menderita akibat perkosaan, penyiksaan dan bentuk-bentuk lain perlakuan yang tidak manusiawi. Ini merupakan tindakan kekejaman terhadap hak asasi pribadi. Para korban ini adalah pribadi-pribadi yang termasuk ke dalam golongan agama, kesukaan dan mempunyai afiliasi politik yang `salah` atau semata-mata menjadi korban dari satu atau lain bentuk perlakuan yang tidak sah. Kelompok-kelompok masyarakat adat juga dicakup oleh hak-hak ini sebagaimana yang disahkan oleh PBB, tetapi di atas segala-galanya, mereka mempunyai hak kolektif yang mengikat mereka pada kelompok dan yang berbeda dengan hak asasi pribadi.

Pelanggaran terhadap hak kelompok masyarakat adat bisa berbentuk, mulai dari pemusnahan terencana kelompok penduduk tersebtu sampai pada pelecehan semena-mena terhadap kebudayaan mereka. Pelanggaran paling kasar terhadap hak-hak kolektif masyarakat adat dewasa ini terdapat di negara-negara seperti Indonesia, Birma, Bangladsh, Sudan dan Guatemala. Pemerintah negara-negara ini memperlihatkan rasa tidak senang sama sekali terhadap hak-hak kelompok masyarakat adat dan sangat tak acuh terhadap pandangan internasional.

Beberapa negara sekarang samapai derajat tertentu mempertimbangkan terhadap hak asasi manusia bertalian denganbantuan kepada mereka. Tetapi kepatuhan ini tidak telihat sampai batas yang dapat dihargai sajauh yang berkenaan dengan kelompok-kelompok masyarakat adat dan di masa mendatang akan merupakan situasi yang sama sekali tidak dapat diterima. Satu contoh adalah pelanggaran yang banyak sekali terhadap suku bangsa-suku bangsa yang hidup di jalur Pengunungan Chittagong lemah dlam masyarakat, pelanggaran-pelanggaran ini disahkan dengan dalih demi kepentingan moyaritas penduduk yang besar. Demikian pula, ancaman Balkanisasi digunakan sebagai alasan untuk tidak memenuhi kepentingan kelompok masyarakat adat.

Akibat dari ini haruslah berupa protes keras oleh masyarakat internasional apabila konvensi-konvensi terperinci tidak dihormati.

Merupakan pandangan IWGIA bahwa tuntutan untuk menghormati hak hak asasi pribadi maupun kolektif, di atas segala-galanya harus digunakan secara positif. Negara-negara yang dalam hubungan ini memenuhi hak-hak kelompok masyarakat adat harus diberi prioritas untuk menerima bantuan luar negeri. Semua jenis bantuan asing harus dihentikan atau ditinjau kembali di negera-negara yang menjalankan kebijakan tidak adil kepada kelompok-kelompok masyarakat adat. Ini mengacu misalnya kepada Indonesia, Birma dan Bangladesh. Dalam hal yang tersebut belakangan, langkah mendesak harus segara diambil untuk menyusun suatu rencana guna mengakhiri secara bertahap semua bantuan, menginggat bahwa tidak ada perbaikan konkrit dalam situasi di Jalur Pegunungan Chittagong.

Pengertian Nasional

Semua pemerintahan harus berusaha untuk memajukan suatu pengertian mengenai situasi khusus kelompok masyarakat adat di dunia, yang diciptakan tiak hanya oleh penjajahan politik dan ekonomi melainkan juga oleh imperialisme budaya dan di mana pihak yang kuat di bidang budaya hanya memberi tahu tanpa sengaja pada waktu yang sangat terlambat, saling menghormati dan saling pengertian mengenai perbedaan-perbedaan dalam cara hidup berdampingan secara damai antara rakyat-rakyat dengan latar belakang budaya yang berlain-lainan.

Kelompok masyarakat adat mempunyai keinginan yang sama untuk menentukan nasib sendiri, tetapi sebaliknya mempunyai perangkat hubungan yang sangat berbeda dengan kebudayaan yang dominan di sekitarnya. Adanya penting untuk meningkatkan pengertian tentang bagaimana masyarakat adat dapat berbeda tidak hanya dengan masyarakat kita sendiri, melainkan juga berbeda satu sama lain.

Adalah penting agar pemerintah, penguasa dan masyarakat internasional diberi informasi tentang situasi dan hak kelompok masyarakat adat yang sebenarnya. Ada kebutuhan untuk memberikan informasi lebih banyak tentang kekayaan dunia dari kondisi dan pilihan budaya yang berlain-lainan. Tujuan memberikan informasi lebih banyak haruslah untuk meningkatkan pengertian mengenai pentingnya melindungi integritas dan keanekaragaman budaya maupun untuk meningkatkan pengertian mengenai pentingnya melindungi integrasi dan keanekaragaman budaya maupun untuk memajukan pengertian bahwa merupakan hak suatu masyarakat penduduk itu sendiri untuk memutuskan cara-cara di mana suatu kebudayaan dilindungi atau dikembangkan. Demikian pula, kelompok masyarakat adat sendiri mempunyai kebutuhan yang besar untuk menambah pengetahuan mengenai situasi masing-masing.

Di pihaknya, semua badan pemberi bantuan harus memberi dukungan khusus kepada jaringan-jaringan yang dimiliki sendiri oleh kelompok-kelompok masyarakat adat, termasuk di sini keikitsertaan dalam pertemuan-pertemuan dan pelaksanaan kampanye-kampaye informasi.

Dasawarsa PBB dan Forum Permanen

PBB telah memutuskan untuk menetapkan satu dasawarsa guna aspirasi aspirasi kelompok masyarakat adat. Usulan paling penting bagi dasawarsa itu yang diajukan oleh kelompok masyarakat adat datang Greenland yang menyarankan agar PBB membentuk suatu Forum Permanen tentang masalah-masalah masyarakat adat.

Bentuk maupun sunstansi dari Forum Permanen tersebut belum pernah diputuskan maupun diperdebatkan. Asalkan kelompok masyarakat adat menyetujui pembentukannya, Forum Permanen itu harus didirikan untuk melindungi dan menjamin hak-hak mereka.

Forum Permanen tersebut harus dibentuk setinggi mungkin dalam hirarki PBB, dan harus tidak membatasi untuk mengurus masalah-masalah yang bersifat secara ketat diberi label persoalan hak asasi, tetapi juga harus mengurus masalah-masalah yang bersifat hakiki bagi masyarakat adat.

Pembentukan Forum Permanen itu dalam keadaan apapun tidak boleh mengakibatkan melemahkan kedudukan kelompok masyarakat adat dalam rangka sistem PBB dan harus tidak merugikan masa depan Kelompok Kerja tentang Masyarakat Adat, di bawah Komisi tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam proses yang menuju pada pembentukan Forum Permanen itu kelompok-kelompok masyarakat adat, yang hidup tersebar di seluruh unia, harus mempunyai kesempatan untuk ambil bagian dalam erundingan-perundingan dengan syarat-syarat yang adil dengan pemerintah.

Para walik masyarakat adat harus selalu ditunjuk oleh kelompok masyarakat adat itu endiri. Hal ini harus tetap dipatuhi demikian dalam proses menuju pembentukan Forum Permanen, maupun setelah forum itu didirikan.

Komposisi Forum Permanen dapat terdiri dari tiga kemungkinan:

1. Suatu forum dari kelompok-kelompok masyarakat adat,

2. Suatu forum dari pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat adat dengan stastus Organisasi Nonpemerintah LSM)

3. Suatu forum campuran dari pemerintah dan wakil-wakil masyarakat adat.

Keikutsertaan kelompok masyarakat adat dalam pekerjaan Forum Permanen harus dijamin pendanaanyan dengan mengingat bahwa kelompok-kelompok masyarakat adat pada umumnya tidak mempunyai sarana ekonomi sendiri untuk dapat diambil bagian proses tersebut dengan syarat yang adil.

Pilihan-pilihan ini belum diperdebatkan di kalangan kelompok masyarakat adat, tetapi merupakan pandangan IWGIA bahwa tidak ada keputusan yang akan digunakan untuk memencilkan kelompok masyarakat dalam pengambilan kepuasan yang sedang berlangsung. Alternatif yang akan dipilih menetapkan kemitraan yang setara antara pemerintah dan kelompok masyarakat adat untuk melanjutkan dialog dan memajukan persetujuan konstruktif.

Diterjemahkan dari dokumen IWGIA (International Working Groups for Indigenous Affairs)

No comments: