Kuras Alam Hingga Kurus
Sejak mula
manusia sudah sadar akan ketergantungannya pada alam. Alam dan sumberdaya kandungannya
adalah sumber hidup material manusia, sumber budaya dan bahkan sumber inspirasi
spiritual. Dengan kata lain, alam dan sumberdaya adalah salah satu syarat
keberadaan manusia. Namun ini bukan semata sebuah kesadaran linier yang dapat
diprediksi. Karena tingkat kesadaran selalu berbeda dan ukuran keberadaan pun
selalu bermacam-macam. Maka tidak semua itu baik adanya. Konflik antar manusia
adalah buktinya.
Sejak mula
pula kisah konflik antar manusia telah melegenda dalam alam sadar dan bawah
sadar manusia. Kisah anak-anak Adam yang saling bunuh mungkin sebuah kisah yang
banyak diketahui. Mengapa konflik? Karena pihak yang satu merasa keberadaannya
terancam oleh keberadaan pihak lain. Pada tataran sebuah kelompok masyarakat
atau komuniti, kondisi ini diantisipasi dengan memperkuat mekanisme dan pranata
pencegah atau juga pranata untuk beraksi bilamana konflik pecah dalam wujud
kekerasan.
Pranata
itu bisa sebuah institusi, bisa pula produk-produk institusi. Dan tindakan
membangun pranata itulah yang sedang dilakukan oleh Pemerintahan SBY-Kalla
untuk menghadapi gelombang protes dan aksi menentang kenaikan harga bahan bakar
minyak. Sayangnya yang dibangun adalah pranata untuk mengelabui rakyat.
Kebijakan kenaikan BBM dikatakan karena harga minyak dunia meningkat tajam,
sementara realitas kita sebagai negeri penghasil minyak tak berarti apa-apa. Pemberian
‘subsidi
balsem’ bagi orang miskin adalah sebuah kebohongan karena Rp. 150.000 selama
4 bulan untuk sebuah kepala keluarga tidak berarti apa-apa
dibanding jumlah yang dikeruk dari permainan politik neolib global dalam sektor
bahan bakar minyak. Pengalihan subsidi kepada bidang pendidikan dan
kesehatan pun cerita lain tentang janji kosong sebuah rejim. Dan kenaifan
paling besar adalah mengira bahwa rakyat tidak tahu kalau rejim ini rejim kaki
tangan neoliberal.
Konon
bahaya paling besar bagi kemanusiaan dan kelangsungan ras manusia di Bumi
adalah manusia sendiri. Ceritera kenaikan BBM, barangkali, puluhan atau ratusan
tahun ke muka akan menjadi sebuah kisah dalam kitab-kitab yang dipelajari
tentang bagaimana manusia menghancurkan sesamanya melalui pengerukan
besar-besaran isi perut Ibu Bumi sebelum akhirnya menghancurkan Ibu Bumi itu
sendiri. Akankah kisah air bah akan terulang karena Bumi makin panas? Bukankah
makin hari makin banyak industri, makin banyak sumber energi yang melepaskan
panas ke angkasa dari rumah-rumah dan makin tipis pelindung Bumi?
Bukan
hanya hutan yang hilang sebagai pelindung, tapi tanah tempat kita berpijak dan
orang-orang arif yang memandang alam sebagai syarat eksistensial manusia makin punah
diterjang mesin-mesin sekelompok manusia lain yang hidup dalam ilusi akan dunia
baru yang dapat diciptakannya dari kertas-kertas yang bernama uang?
Sebentar
lagi kita menyambut bulan
puasa Ramadhan. Doa panjang rakyat yang menjeritkan derita akan kembali
bergaung ke langit: Tinggalah bersama
kami ya Tuhan karena senjakala telah menyongsong Bumi ini. Tinggalah bersama
kami. Amin.
Jopi Peranginangin
No comments:
Post a Comment