Moratorium Hutan Untuk Keberlanjutan Hutan Indonesia
Jopi Peranginangin
Lahirnya moratorium hutan melalui INPRES No 10 tahun 2011 merupakan jawaban pemerintah atas tuntutan berbagai pihak untuk menurunkan emisi karbon, dan sebagai upaya dan langkah bersama penyelamatan dunia dari pemanasan global. Inpres Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang dilampiri dengan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) telah mengidentifikasi luas lahan Hutan Primer dan Lahan Gambut seluas 45,51 Juta Ha yang terdiri dari 41,02 Juta Ha Hutan Primer dan 4,49 juta Ha Lahan Gambut.
Usia Moratorium hutan hanya 2 tahun dan akan segera berakhir pada 20 Mei 2013. Dalam usia yang sangat singkat tersebut, pelaksanaan moratorium belum mencapai target yang diharapkan. Beberapa tujuan dari moratorium hutan belum terwujud, seperti perbaikan manajemen dan tata kelola kehutanan, penyusunan satu peta bersama yang memuat semua izin peruntukan dan pengelolaan atas kawasan hutan, hingga penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai bentuk perencanaan pembangunan dari tingkat nasional hingga lokal belum terwujud.
Belum terselesaikannya berbagai persoalan tersebut di atas, membuat banyak penggiat lingkungan mendesak Presiden SBY untuk memperpanjang masa berlakunya moratorium hutan. Bagi penggiat lingkungan, moratorium hutan ini adalah sebuah kebijakan yang perlu didorong dan diperkuat ditengah carut-marutnya kebijakan pemerintah yang terkait dengan sumber daya alam dan hutan. Selain hal-hal yang belum terselesaikan seperti tersebut di atas, moratorium hutan dapat dijadikan ujung tombak untuk mengatasi beberapa hal berikut:
Pertama, Mengurangi Deforestasi
Dalam dua puluh tahun terakhir, laju kerusakan dan konversi hutan di Indonesia mencapai 7-9 juta hektar per tahun, yang dialokasikan untuk kebutuhan perkebunan, perumahan, sarana prasarana dan infrastruktur, jalan dan sebagainya. Pembukaan areal hutan di Indonesia yang menjadi bukti terjadinya kerusakan hutan tersebut relatif tinggi, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti:
a. Pertumbuhan penduduk dan pemekaran wilayah:
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang cukup tinggi membawa konsekuensi atas ketersediaan lahan cadangan untuk pemukiman, pekerjaan dan penghidupan, serta fasilitas pendukung lainnya. Hal ini terjadi pula dalam hal pemekaran wilayah dan pembentukan wilayah baru, seperti pemekaran kabupaten atau provinsi, yang memerlukan ketersediaan lahan bagi infrastruktur pendukung administrasi pemerintahan.
b. Pemenuhan kebutuhan pasar:
Seiring dengan menipisnya ketersediaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi, maka terjadi pergerakan dan pergeseran dari yang bersumber dari bahan bakar fosil ke bahan bakar nabati seperti yang berasal dari Kelapa Sawit dan Tebu, yang tentu saja membutuhkan areal baru bagi pengembangan produk ini. Selain itu, permintaan kebutuhan yang berasal dari kayu seperti meubel, dan kertas dunia yang tinggi juga turut memicu terjadinya pembukaan areal hutan alam dan di konversi menjadi Hutan Tanaman Industri.
Kerusakan hutan di Indonesia harus dihentikan, jika dalam beberapa tahun ke depan kita tidak mau menghadapi kenyataan bahwa hutan kita habis sama sekali. Dengan perpanjangan moratorium, ada peluang untuk menekan tingkat kerusakan hutan. Kementerian Kehutanan bahkan mengklaim, dengan moratorium, laju deforestasi bisa ditekan sampai kulminasi paling tinggi. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bahkan menyatakan bahwa laju deforestasi ditekan dari 3,5 juta hektare per tahun menjadi 450 ribu hektare per tahun (Kompas, 21 Maret 2013). Angka yang disebutkan bisa bersama-sama kita verifikasi di lapangan, akan tetapi, setidaknya pemerintah juga punya pandangan yang sama, bahwa moratorium itu penting. Benar bahwa tak melulu dengan aturan ini pembalakan bakal hilang. Namun setidaknya, ini menjadi harapan baru agar laju banalitas di hutan Indonesia bisa ditekan semaksimal mungkin.
Kedua, Mencegah Kejahatan Sistematis Di Sektor Kehutanan
Kejahatan sektor kehutanan sangat jarang mendapatkan perhatian publik secara luas. Kejahatan sektor kehutanan seperti manipulasi izin, penggarapan dan pembukaan areal kawasan hutan, penyelundupan kayu, sampai dengan manipulasi pajak yang dilakukan oleh mafia kehutanan tidak selalu mendapat sorotan kuat, terkecuali mempunyai relasi terhadap kepentingan lain yang lebih kuat seperti politik. Penegakan hukum yang masih lemah menjadi salah satu pemicunya, selain banyaknya tumpang tindih dan ketidakharmonisan antar aturan hukum yang menciptakan banyaknya celah dan ruang untuk melakukan pelanggaran. Dengan perpanjangan moratorium, celah untuk melakukan kejahatan korupsi makin menyempit dengan penundaan semua izin pembukaan kawasan hutan.
Ketiga, Penyusunan RTRW dan Penundaan Semua Izin Pembukaan Kawasan Hutan
Sampai saat ini, pemerintah masih belum mampu untuk melakukan penyusunan dan merancang proses tata kelola kehutanan di Indonesia. Harmonisasi dan sinkronisasi atas perizinan yang dikeluarkan dalam dan di atas kawasan hutan yang masih belum diselesaikan, sehingga tumpang tindih antar izin dalam satu kawasan tetap terus terjadi. Rencana Tata Ruang Wilayah pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang masih belum selesai sampai saat ini adalah persoalan besar yang harus segera dituntaskan pemerintah.
Jika moratorium tidak diperpanjang maka sederet izin pembukaan lahan sudah menanti. Salah satu yang cukup kontroversial adalah alih fungsi hutan di Aceh yang mencapai 1,2 juta hektare. Hal ini dipicu rencana tata ruang wilayah Aceh. Tak hanya Aceh, hutan di Papua juga dalam tahap yang gawat. Pasalnya ada 800 ribu hektare hutan di Papua yang siap dibabat demi perkebunan sawit.
Selain itu, penulis juga memandang jika moratorium hutan tidak diperpanjang maka akan memicu terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat adat dan lokal yang disebabkan oleh tumpang tindih perizinan yang sampai sekarang masih belum terselesaikan. Perpanjangan moratorium akan memberikan waktu kepada pemerintah melalui lembaga negara terkait untuk melakukan perbaikan dan perencanaan ulang secara komprehensif tentang tata kelola kehutanan di Indonesia, sebagai wujud komitmen Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Olehnya, sungguh tepat jika moratorium ini diteruskan. Meski memiliki banyak kekurangan yang perlu dievaluasi, Moratorium Hutan menawarkan harapan baru untuk hutan Indonesia yang lebih baik. Sebab, inilah ikhtiar republik menjaga hutannya. Kita tentu bukan bermaksud menghambat pembangunan dengan menolak semua jenis izin pembukaan hutan. Yang haarus lakukan ini adalah usaha agar ke depan lingkungan tetap terjaga dan kelestarian alam bisa terus dinikmati.
No comments:
Post a Comment