Beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia terkesima dengan dinamika dan kebangkitan gerakan sosial di Amerika Latin melawan rezim diktator militer dan rejim “budak” neoliberalisme yang pro ekonomi pasar-bebas. Neoliberalisme telah mengakibatkan semakin meluasnya jumlah rakyat miskin, pengangguran, hilangnya kemandirian rakyat, tergerusnya modal sosial dalam komersialisme, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Tulisan ini, akan menyajikan secara ringkas pelajaran gerakan rakyat dari tiga tempat di Amerika Latin, yakni: MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra) di Brazil, Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (Tentara Pembebasan Nasional Zapatista—EZLN) dikenal Zapatista di Mexico dan FOIN (Föderation der indigenen Organisationen des Napo) di Equador, yang diolah dari beberapa sumber pustaka.
Di Brazil, petani tidak bertanah, petani miskin dan aktivis sosial, mendirikan organisasi Gerakan Kaum Tidak Bertanah Pedesaan atau MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra) pada tahun 1985 dalam Kongres Nasionalnya. MST adalah salah satu gerakan sosial terbesar dalam sejarah Amerika Latin dan gerakan ini berhasil mentransformasikan politik di Brazil dan kawasan pedesaan dengan skala yang meluas.
Krisis ekonomi pada akhir tahun 1970-an, perubahan orientasi dalam gereja Katolik dengan meluasnya teologi pembebasan, meningkatnya iklim perlawanan menentang kediktatoran militer yang gagal menjalankan mandat konstitusi, meningkatnya diferensiasi penguasaan tanah yang tidak adil, berbagai aksi pendudukan tanah yang semakin meluas dan terorganisir, menjadi latar dari pembentukan dan gerakan MST.
Gerakan ini mendesak proses landreform dari bawah yang terkonsentrasi pada petani tanah luas dan ditelantarkan, demokratisasi pemilikan tanah, memberikan akses untuk kesejahteraan rakyat miskin dan mengembangkan program ekonomi pedesaan.
Sebagai gambaran penguasaan tanah di Brazil. Tanah luas lebih dari 1000 hektar yang jumlahnya sekitar 53,2 % dari seluruh tanah pertanian dikuasai sekitar 1,6 % pemilik tanah dan sekitar 88,7 % dari luas tanah tersebut tidak dikelola. Gabungan 75 pertanian terluas, dengan luas tanah diatas 100 ribu hektar, menguasai tanah lebih banyak dari petani gurem. Setelah enam tahun berdiri, MST telah mengorganisir sebanyak 151.427 keluarga, menduduki dan mengambil alih tanah seluas 21 juta hektar.
Keberhasilan MST ada pada kemampuannya untuk mengorganisir dan militansinya yang tanpa batas. Para anggotanya tidak hanya mengolah tanah dan menjamin makanan bagi keluarganya. Lebih jauh, mereka menciptakan suatu model pembangunan social – ekonomi alternative yang mengutamakan kepentingan rakyat di luar system pasar bebas yang lebih mengutamakan laba. MST memilih dan menerapkan metode untuk aktif menjalankan landreform, menduduki langsung tanah-tanah latifundia (tanah luas mencapai puluhan ribu hektar) yang ditelantarkan. Di pihak lain, MST secara terus menerus menuntut pelaksanaan amanat undang-undang dasar yang menyatakan bahwa tanah berfungsi sosial dan harus diusahakan menjadi produktif. Para aktivis mendatangi pedesaan miskin dan wilayah perkotaan, memberitahu rakyat tentang hak-hak mereka atas tanah dan mengorganisasikan penduduk.
Di Mexico, gerakan rakyat dimotori oleh Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (Tentara Pembebasan Nasional Zapatista—EZLN) atau lebih dikenal dengan sebutan Zapatista, sebuah gerakan bersenjata yang berperang melawan tentara dan pemerintah federal. Mereka membenarkan aksi gerilya sebagai hak konstitusional setiap warga negara untuk mengubah sistem pemerintahan. Zapatista merupakan revitalisasi semangat Emilio Zapata (pahlawan petani Meksiko yang memperjuangkan reforma agraria di Meksiko dengan kekuatan pasukan bersenjata dan massa di sepanjang masa revolusi 1910-1917).
Zapatista bergerak di hutan Lacondon di negara bagian Chiapas, mereka memberikan tauladan dan membuka momentum bagi masyarakat adat Indian Maya yang tertindas untuk memperjuangkan hak-haknya dari system ekonomi neoliberal dan eksploitasi para carciques (elit penguasa). Selain tema landreform, otonomi pueblos indigena dari pengurusan negara telah menjadi tema pokok perjuangan rakyat. Strategi utama Zapatista adalah mewujudkan otonomi politik, ekonomi dan sosial melalui penetapan wilayah-wilayah otonom yang dari waktu ke waktu semakin meluas. Di wilayah-wilayah otonom tersebut, mereka menyelenggarakan kehidupan sosial dan politik yang cocok, usaha pertanian sendiri melawan strategi liberalisasi pertanian dan tanpa intervensi badan pemerintah. Dalam lingkup sosial kebudayaan, gerakan Zapatista menentang praktek rasis di Meksiko dengan membangun sebuah kesadaran baru tentang hak-hak masyarakat adat.
Zapatista secara terbuka menentang dan menghenti¬kan proyek neoliberal yang berlangsung oleh adanya perjanjian kerjasama perdagangan bebas antara pernerintahan Meksiko 'Amerika Seri¬kat, dan Kanada melalui perjanjian NAFTA (North American Free Trade Area), yang menyingkiran petani dan degra¬dasi pedesaan, membangkitkan inspirasi masyarakat sipil menentang otoritarianisme partai berkuasa, yaitu Institutiona¬lized Revolutionary Party (PRI) dan mengembangkan system demokrasi langsung. Misalnya pada daerah yang otonom, mereka menerapkan pengambilan keputusan diambil secara konsensus dan setelah semua pendapat didengarkan. Hak-hak berbicara dan memutuskan dipunyai oleh semua orang umur 12 tahun ke atas, meski biasanya jarang putusan yang dilalui dengan pengambilan suara.
Di Ekuador, masyarakat Adat (pueblos indigena atau indigenous peoples) di daerah Napo, bergabung dalam federasi organisasi masyarakat adat Napo atau Föderation der indigenen Organisationen des Napo (FOIN), yang berdiri semenjak tahun 1975. FOIN menjadi actor utama untuk memperjuangkan eksistensi, hak untuk mengatur diri sendiri, hak-hak atas tanah dan kekayaan alam, serta memperjuangkan hak identitas rakyat – terutama rakyat Indian Quichua di pegunungan – di hadapan gerusan negara dan pasar yang terus berubah.
Tahun 1997, massa pueblos indigena memainkan peran yang utama dalam menggulingkan Presiden Abdalá Bucaram. Di bawah bendera pelangi, the Confederation of Indigenous Nationalities of Ecuador (CONAIE), puluhan ribu masyarakat adat, lelaki maupun perempuan berdemonstrasi berkeliling kota Quito, ibukota Ekuador. Bendera pelangi itu, suatu simbol suci dari persatuan keragaman dan kedaulatan adat, telah dipakai untuk menandingi pandangan umum bahwa mereka adalah warga negara kelas dua. Mereka berjuang mendepak pandangan bahwa orang-orang Indian adalah pasif, tidak mampu merangkul modernitas dan a-politis.
Perkembangan dan watak gerakan FOIN dipengaruhi oleh organisasi gerakan terpenting di tahun 1970-an, yakni Federación Nacional de Organizaciones Campesinas (FENOC), organisasi rakyat berbasiskan pendekatan kelas dan menjalankan kampanye landreform di hampir semua propinsi di Ekuador, yang secara khusus menuntut petani diberikan tanah yang layak mereka terima. Kampanye ini umumnya menggunakan cara-cara berpolitik yang tradisional, seperti mobilisasi massa ataupun petisi menuntut pemerintah melikuidasi penguasa tanah luas dan/atau menyediakan tanah untuk petani. Bingkai identitas etnik tidak pernah menjadi tema FENOC. Dalam situasi dimana pemerintah yang berkuasa mengabaikan kesadaran etnik dan budaya, petani-petani Indian berjuang dengan identitas kepetanian dan secara efektif menyembunyikan identitas indigenism mereka dalam kehidupan politik. Bagaimanapun FENOC telah memberikan pengetahuan dan kemampuan politik bagi para aktivis FOIN.
Pelajaran penting lainnya, bahwa kemenangan ini bukan berarti tanpa pengorbanan. Perlawanan dan penindasan, perlawanan dan penindasan… begitulah situasi yang dihadapi dan dialami berulang-ulang. Represi dan kekerasan Negara maupun para-militer yang melibatkan korporasi dan tuan tanah, selalu melanda para aktivis dan anggota organisasi. Di Brazil, puluhan aktivis hilang dan terbunuh oleh polisi dan militer. Namun semakin ditindas, justeru kegigihan dan daya juang rakyat semakin menguat, akar solidaritas dan empati terus meluas, hingga bunga kemenangan mekar di mana-mana dan semakin meluas desakan perubahan sosial dari bawah.
Tulisan ini, akan menyajikan secara ringkas pelajaran gerakan rakyat dari tiga tempat di Amerika Latin, yakni: MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra) di Brazil, Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (Tentara Pembebasan Nasional Zapatista—EZLN) dikenal Zapatista di Mexico dan FOIN (Föderation der indigenen Organisationen des Napo) di Equador, yang diolah dari beberapa sumber pustaka.
Di Brazil, petani tidak bertanah, petani miskin dan aktivis sosial, mendirikan organisasi Gerakan Kaum Tidak Bertanah Pedesaan atau MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra) pada tahun 1985 dalam Kongres Nasionalnya. MST adalah salah satu gerakan sosial terbesar dalam sejarah Amerika Latin dan gerakan ini berhasil mentransformasikan politik di Brazil dan kawasan pedesaan dengan skala yang meluas.
Krisis ekonomi pada akhir tahun 1970-an, perubahan orientasi dalam gereja Katolik dengan meluasnya teologi pembebasan, meningkatnya iklim perlawanan menentang kediktatoran militer yang gagal menjalankan mandat konstitusi, meningkatnya diferensiasi penguasaan tanah yang tidak adil, berbagai aksi pendudukan tanah yang semakin meluas dan terorganisir, menjadi latar dari pembentukan dan gerakan MST.
Gerakan ini mendesak proses landreform dari bawah yang terkonsentrasi pada petani tanah luas dan ditelantarkan, demokratisasi pemilikan tanah, memberikan akses untuk kesejahteraan rakyat miskin dan mengembangkan program ekonomi pedesaan.
Sebagai gambaran penguasaan tanah di Brazil. Tanah luas lebih dari 1000 hektar yang jumlahnya sekitar 53,2 % dari seluruh tanah pertanian dikuasai sekitar 1,6 % pemilik tanah dan sekitar 88,7 % dari luas tanah tersebut tidak dikelola. Gabungan 75 pertanian terluas, dengan luas tanah diatas 100 ribu hektar, menguasai tanah lebih banyak dari petani gurem. Setelah enam tahun berdiri, MST telah mengorganisir sebanyak 151.427 keluarga, menduduki dan mengambil alih tanah seluas 21 juta hektar.
Keberhasilan MST ada pada kemampuannya untuk mengorganisir dan militansinya yang tanpa batas. Para anggotanya tidak hanya mengolah tanah dan menjamin makanan bagi keluarganya. Lebih jauh, mereka menciptakan suatu model pembangunan social – ekonomi alternative yang mengutamakan kepentingan rakyat di luar system pasar bebas yang lebih mengutamakan laba. MST memilih dan menerapkan metode untuk aktif menjalankan landreform, menduduki langsung tanah-tanah latifundia (tanah luas mencapai puluhan ribu hektar) yang ditelantarkan. Di pihak lain, MST secara terus menerus menuntut pelaksanaan amanat undang-undang dasar yang menyatakan bahwa tanah berfungsi sosial dan harus diusahakan menjadi produktif. Para aktivis mendatangi pedesaan miskin dan wilayah perkotaan, memberitahu rakyat tentang hak-hak mereka atas tanah dan mengorganisasikan penduduk.
Di Mexico, gerakan rakyat dimotori oleh Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (Tentara Pembebasan Nasional Zapatista—EZLN) atau lebih dikenal dengan sebutan Zapatista, sebuah gerakan bersenjata yang berperang melawan tentara dan pemerintah federal. Mereka membenarkan aksi gerilya sebagai hak konstitusional setiap warga negara untuk mengubah sistem pemerintahan. Zapatista merupakan revitalisasi semangat Emilio Zapata (pahlawan petani Meksiko yang memperjuangkan reforma agraria di Meksiko dengan kekuatan pasukan bersenjata dan massa di sepanjang masa revolusi 1910-1917).
Zapatista bergerak di hutan Lacondon di negara bagian Chiapas, mereka memberikan tauladan dan membuka momentum bagi masyarakat adat Indian Maya yang tertindas untuk memperjuangkan hak-haknya dari system ekonomi neoliberal dan eksploitasi para carciques (elit penguasa). Selain tema landreform, otonomi pueblos indigena dari pengurusan negara telah menjadi tema pokok perjuangan rakyat. Strategi utama Zapatista adalah mewujudkan otonomi politik, ekonomi dan sosial melalui penetapan wilayah-wilayah otonom yang dari waktu ke waktu semakin meluas. Di wilayah-wilayah otonom tersebut, mereka menyelenggarakan kehidupan sosial dan politik yang cocok, usaha pertanian sendiri melawan strategi liberalisasi pertanian dan tanpa intervensi badan pemerintah. Dalam lingkup sosial kebudayaan, gerakan Zapatista menentang praktek rasis di Meksiko dengan membangun sebuah kesadaran baru tentang hak-hak masyarakat adat.
Zapatista secara terbuka menentang dan menghenti¬kan proyek neoliberal yang berlangsung oleh adanya perjanjian kerjasama perdagangan bebas antara pernerintahan Meksiko 'Amerika Seri¬kat, dan Kanada melalui perjanjian NAFTA (North American Free Trade Area), yang menyingkiran petani dan degra¬dasi pedesaan, membangkitkan inspirasi masyarakat sipil menentang otoritarianisme partai berkuasa, yaitu Institutiona¬lized Revolutionary Party (PRI) dan mengembangkan system demokrasi langsung. Misalnya pada daerah yang otonom, mereka menerapkan pengambilan keputusan diambil secara konsensus dan setelah semua pendapat didengarkan. Hak-hak berbicara dan memutuskan dipunyai oleh semua orang umur 12 tahun ke atas, meski biasanya jarang putusan yang dilalui dengan pengambilan suara.
Di Ekuador, masyarakat Adat (pueblos indigena atau indigenous peoples) di daerah Napo, bergabung dalam federasi organisasi masyarakat adat Napo atau Föderation der indigenen Organisationen des Napo (FOIN), yang berdiri semenjak tahun 1975. FOIN menjadi actor utama untuk memperjuangkan eksistensi, hak untuk mengatur diri sendiri, hak-hak atas tanah dan kekayaan alam, serta memperjuangkan hak identitas rakyat – terutama rakyat Indian Quichua di pegunungan – di hadapan gerusan negara dan pasar yang terus berubah.
Tahun 1997, massa pueblos indigena memainkan peran yang utama dalam menggulingkan Presiden Abdalá Bucaram. Di bawah bendera pelangi, the Confederation of Indigenous Nationalities of Ecuador (CONAIE), puluhan ribu masyarakat adat, lelaki maupun perempuan berdemonstrasi berkeliling kota Quito, ibukota Ekuador. Bendera pelangi itu, suatu simbol suci dari persatuan keragaman dan kedaulatan adat, telah dipakai untuk menandingi pandangan umum bahwa mereka adalah warga negara kelas dua. Mereka berjuang mendepak pandangan bahwa orang-orang Indian adalah pasif, tidak mampu merangkul modernitas dan a-politis.
Perkembangan dan watak gerakan FOIN dipengaruhi oleh organisasi gerakan terpenting di tahun 1970-an, yakni Federación Nacional de Organizaciones Campesinas (FENOC), organisasi rakyat berbasiskan pendekatan kelas dan menjalankan kampanye landreform di hampir semua propinsi di Ekuador, yang secara khusus menuntut petani diberikan tanah yang layak mereka terima. Kampanye ini umumnya menggunakan cara-cara berpolitik yang tradisional, seperti mobilisasi massa ataupun petisi menuntut pemerintah melikuidasi penguasa tanah luas dan/atau menyediakan tanah untuk petani. Bingkai identitas etnik tidak pernah menjadi tema FENOC. Dalam situasi dimana pemerintah yang berkuasa mengabaikan kesadaran etnik dan budaya, petani-petani Indian berjuang dengan identitas kepetanian dan secara efektif menyembunyikan identitas indigenism mereka dalam kehidupan politik. Bagaimanapun FENOC telah memberikan pengetahuan dan kemampuan politik bagi para aktivis FOIN.
Pelajaran penting lainnya, bahwa kemenangan ini bukan berarti tanpa pengorbanan. Perlawanan dan penindasan, perlawanan dan penindasan… begitulah situasi yang dihadapi dan dialami berulang-ulang. Represi dan kekerasan Negara maupun para-militer yang melibatkan korporasi dan tuan tanah, selalu melanda para aktivis dan anggota organisasi. Di Brazil, puluhan aktivis hilang dan terbunuh oleh polisi dan militer. Namun semakin ditindas, justeru kegigihan dan daya juang rakyat semakin menguat, akar solidaritas dan empati terus meluas, hingga bunga kemenangan mekar di mana-mana dan semakin meluas desakan perubahan sosial dari bawah.
No comments:
Post a Comment