Cipta Gelar dan kisah klasik penyingkiran komunitas masyarakat adat dari kawasan ruang hidupnya serupa dengan pengalaman komunitas lain dengan latar budaya berbeda. Komunitas yang berdiam di wilayah Banten Kidul ini adalah saksi pengalaman penderitaan rakyat miskin yang bak lepas dari mulut harimau masuk mulut buaya. Ketika tanah mereka masih dikuasi kolonial Belanda, kemerdekaan menjadi harapan utama untuk menuju apa yang oleh Bung Karno disebut Jembatan Emas menuju kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesa. Namun fakta riil menunjukkan kemerosotan sosial ekonomi budaya yang tak kunjung henti.
Secara umum, masalah komunitas Kasepuhan Banten Kidul berkisar pada isu perkebunan, kehutanan, pertambangan dan konservasi, dan tiap isu tersebut mempunyai cabang permasalahan yang khusus. Itu baru gambaran sederhana dari masalah yang dihadapi.
Secara empiris, apa yang terjadi pada komunitas adat Kasepuhan dapat diajukan sebagai sebuah fakta dari rangkaian penindasan terhadap hak-hak masyarakat adat. Disektor perkebunan misalnya, daerah Gunung Halimun dan sekitarnya banyak terdapat perkebunan teh, baik milik swasta maupun milik negara. Secara legal formal perusahaan perkebunan tersebut telah mengantongi ijin tetapi di sisi lain perkebunan itu berada di tanah ulayat masyarakat adat Kasepuhan. Contoh lain yang kurang lebih sama juga terjadi di sektor kehutanan (kasus dengan Perum Perhutani), sektor pertambangan (kasus Pongkor dengan PT. ANTAM) dan sektor konservasi dengan Taman Nasional Gunung Halimun (yang sekarang diperluas menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak).
Yang terakhir ini cukup menimbulkan gejolak di antara para pihak yang berkepentingan di wilayah tersebut. Mulai dari masyarakat adat Kasepuhan, Perum Perhutani dan pihak Taman Nasional. Sebagai reaksi dari kasus ini masyarakat adat Kasepuhan membangun sebuah forum yang disebut Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat Banten (FKMHJBB). Forum ini diharapkan dapat menyatukan aspirasi masyarakat dalam menjawab perluasan Taman Nasional Gunung Halimun yang mengancam ruang hidup dan kelola mereka.
Masalah utama dari soal di atas adalah, adanya proses perampasan dan pengingkaran kedaulatan komunitas adat Kasepuhan atas hak-hak ulayatnya. Pengingkaran tersebut berujung pada upaya penyingkiran komunitas adat Kasepuhan dari wilayah ulayatnya, di samping ancaman penyempitan wilayah kelola komunitas adat.
Usaha membangun solusi damai melalui potensi adat
Seren Tahun sebagai salah satu upacara/ritual adat masyarakat adat Kasepuhan, beberapa tahun belakangan ini mendapat perhatian publik yang cukup luas. Besarnya perhatian publik tersebut dikarenakan adanya publikasi yang dilakukan oleh media-media nasional, baik elektronik maupun cetak. Apapun sudut pandang media terhadap ritual Seren Tahun tersebut, satu hal pasti adalah daya tariknya, dan daya tarik itu tak akan pernah ada kalau masyarakat adat Kasepuhan tidak mempertahankannya.
Sebenarnya inti dari upacara Seren Tahun (yang juga merupakan ritual puncak masyarakat adat Kasepuhan) adalah ucapan syukur (kepada Tuhan dan alam) atas panen yang dinikmati masyarakat Kasepuhan. Ini juga sebagai cerminan bahwa masyarakat adat Kasepuhan menganggap begitu pentingnya menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam dan Sang Pencipta, sekaligus menyatakan bahwa nilai-nilai untuk menjaga keseimbangan tersebut masih ada dan diterapkan. Komunikasi antara masyarakat dengan pihak luar (Perhutani, Pemda, Dinas dan Taman Nasional) selama ini menjadi salah satu masalah tersendiri, yang mungkin juga tidak ada forum atau momen yang pas untuk membuka dialog atau komunikasi dua arah yang sehat. Komunikasi dua arah yang sehat merupakan bagian dari nilai-nilai keseimbangan yang dijaga oleh masyarakat adat Kasepuhan.
Berangkat dari nilai-nilai adat yang dianut kemudian masalah yang dihadapi serta peluang liputan media dan daya tarik ritual Seren Tahun yang semakin mendapat perhatian publik, maka akhirnya Seren Tahun tidak hanya melulu upacara adat tetapi juga dimanfaatkan untuk membangun komunikasi dengan para pihak. Seren Tahun kemudian di rencanakan sedemikian rupa dengan mengundang banyak tokoh pejabat pemerintah daerah maupun dinas yang terkait (terutama dengan maslah yang mereka hadapi) untuk hadir dan membangun komunikasi/relasi yang lebih baik dengan masyarakat.
Bentuk komunikasi yang dibangun dalam upacara Seren Tahun kali ini adalah sebuah forum dialog terbuka antara para pejabat (pemerintah daerah dan dinas) dengan masyarakat. Segala masalah yang dihadapi masyarakat adat Kasepuhan mulai dari tanah dan hutan adat, infrastruktur, ekonomi sampai masalah pelayanan sosial dasar (pendidikan dan kesehatan) paling tidak terkomunikasikan secara langsung ke pejabat yang terkait. Di pihak lain, Pemerintah Daerah, Pejabat Dinas, Taman Nasional maupun Perhutani pun diharapkan juga secara terbuka akan menyampaikan tanggapannya atau bahkan menyampaikan masalah yang mereka hadapi. Pada muaranya, ke saling pengertian, kesepahaman, adalah merupakan hal yang ingin dicapai dari dialog ini yang kemudian menuju ke arah pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
Seren Tahun dan acara dialognya menjadi ujian bagi tanggung jawab (responsibilitas) dan tanggung gugat (akuntabilitas) para penguasa terhadap masyarakat. Menjadi menarik ketika sebuah ritual adat ditarik menjadi sebuah arena komunikasi sosial (politik) yang mencoba membangun relasi yang lebih baik dan lebih luas antara rakyat dan penguasa juga sebagai upaya mencari jawaban masalah yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana membuat acara Seren Tahun tetap mempunyai daya tarik tidak saja terhadap media tetapi juga terhadap para penguasa (pejabat PEMDA, Dinas, Perhutani dan Pihak Manajemen Taman Nasional dan lain-lain). Hal lain adalah ukuran keluaran yang dihasilkan dari pertemuan atau diskusi yang diselenggarakan dalam Seren Tahun tersebut, bagaimana hasil tersebut bisa memperbaiki keadaan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi tidak saja jawaban secara lisan dalam diskusi tetapi juga jawaban secara lebih kongkrit/terwujud nyata dan berhasil guna.
Secara umum, masalah komunitas Kasepuhan Banten Kidul berkisar pada isu perkebunan, kehutanan, pertambangan dan konservasi, dan tiap isu tersebut mempunyai cabang permasalahan yang khusus. Itu baru gambaran sederhana dari masalah yang dihadapi.
Secara empiris, apa yang terjadi pada komunitas adat Kasepuhan dapat diajukan sebagai sebuah fakta dari rangkaian penindasan terhadap hak-hak masyarakat adat. Disektor perkebunan misalnya, daerah Gunung Halimun dan sekitarnya banyak terdapat perkebunan teh, baik milik swasta maupun milik negara. Secara legal formal perusahaan perkebunan tersebut telah mengantongi ijin tetapi di sisi lain perkebunan itu berada di tanah ulayat masyarakat adat Kasepuhan. Contoh lain yang kurang lebih sama juga terjadi di sektor kehutanan (kasus dengan Perum Perhutani), sektor pertambangan (kasus Pongkor dengan PT. ANTAM) dan sektor konservasi dengan Taman Nasional Gunung Halimun (yang sekarang diperluas menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak).
Yang terakhir ini cukup menimbulkan gejolak di antara para pihak yang berkepentingan di wilayah tersebut. Mulai dari masyarakat adat Kasepuhan, Perum Perhutani dan pihak Taman Nasional. Sebagai reaksi dari kasus ini masyarakat adat Kasepuhan membangun sebuah forum yang disebut Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat Banten (FKMHJBB). Forum ini diharapkan dapat menyatukan aspirasi masyarakat dalam menjawab perluasan Taman Nasional Gunung Halimun yang mengancam ruang hidup dan kelola mereka.
Masalah utama dari soal di atas adalah, adanya proses perampasan dan pengingkaran kedaulatan komunitas adat Kasepuhan atas hak-hak ulayatnya. Pengingkaran tersebut berujung pada upaya penyingkiran komunitas adat Kasepuhan dari wilayah ulayatnya, di samping ancaman penyempitan wilayah kelola komunitas adat.
Usaha membangun solusi damai melalui potensi adat
Seren Tahun sebagai salah satu upacara/ritual adat masyarakat adat Kasepuhan, beberapa tahun belakangan ini mendapat perhatian publik yang cukup luas. Besarnya perhatian publik tersebut dikarenakan adanya publikasi yang dilakukan oleh media-media nasional, baik elektronik maupun cetak. Apapun sudut pandang media terhadap ritual Seren Tahun tersebut, satu hal pasti adalah daya tariknya, dan daya tarik itu tak akan pernah ada kalau masyarakat adat Kasepuhan tidak mempertahankannya.
Sebenarnya inti dari upacara Seren Tahun (yang juga merupakan ritual puncak masyarakat adat Kasepuhan) adalah ucapan syukur (kepada Tuhan dan alam) atas panen yang dinikmati masyarakat Kasepuhan. Ini juga sebagai cerminan bahwa masyarakat adat Kasepuhan menganggap begitu pentingnya menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam dan Sang Pencipta, sekaligus menyatakan bahwa nilai-nilai untuk menjaga keseimbangan tersebut masih ada dan diterapkan. Komunikasi antara masyarakat dengan pihak luar (Perhutani, Pemda, Dinas dan Taman Nasional) selama ini menjadi salah satu masalah tersendiri, yang mungkin juga tidak ada forum atau momen yang pas untuk membuka dialog atau komunikasi dua arah yang sehat. Komunikasi dua arah yang sehat merupakan bagian dari nilai-nilai keseimbangan yang dijaga oleh masyarakat adat Kasepuhan.
Berangkat dari nilai-nilai adat yang dianut kemudian masalah yang dihadapi serta peluang liputan media dan daya tarik ritual Seren Tahun yang semakin mendapat perhatian publik, maka akhirnya Seren Tahun tidak hanya melulu upacara adat tetapi juga dimanfaatkan untuk membangun komunikasi dengan para pihak. Seren Tahun kemudian di rencanakan sedemikian rupa dengan mengundang banyak tokoh pejabat pemerintah daerah maupun dinas yang terkait (terutama dengan maslah yang mereka hadapi) untuk hadir dan membangun komunikasi/relasi yang lebih baik dengan masyarakat.
Bentuk komunikasi yang dibangun dalam upacara Seren Tahun kali ini adalah sebuah forum dialog terbuka antara para pejabat (pemerintah daerah dan dinas) dengan masyarakat. Segala masalah yang dihadapi masyarakat adat Kasepuhan mulai dari tanah dan hutan adat, infrastruktur, ekonomi sampai masalah pelayanan sosial dasar (pendidikan dan kesehatan) paling tidak terkomunikasikan secara langsung ke pejabat yang terkait. Di pihak lain, Pemerintah Daerah, Pejabat Dinas, Taman Nasional maupun Perhutani pun diharapkan juga secara terbuka akan menyampaikan tanggapannya atau bahkan menyampaikan masalah yang mereka hadapi. Pada muaranya, ke saling pengertian, kesepahaman, adalah merupakan hal yang ingin dicapai dari dialog ini yang kemudian menuju ke arah pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
Seren Tahun dan acara dialognya menjadi ujian bagi tanggung jawab (responsibilitas) dan tanggung gugat (akuntabilitas) para penguasa terhadap masyarakat. Menjadi menarik ketika sebuah ritual adat ditarik menjadi sebuah arena komunikasi sosial (politik) yang mencoba membangun relasi yang lebih baik dan lebih luas antara rakyat dan penguasa juga sebagai upaya mencari jawaban masalah yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana membuat acara Seren Tahun tetap mempunyai daya tarik tidak saja terhadap media tetapi juga terhadap para penguasa (pejabat PEMDA, Dinas, Perhutani dan Pihak Manajemen Taman Nasional dan lain-lain). Hal lain adalah ukuran keluaran yang dihasilkan dari pertemuan atau diskusi yang diselenggarakan dalam Seren Tahun tersebut, bagaimana hasil tersebut bisa memperbaiki keadaan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi tidak saja jawaban secara lisan dalam diskusi tetapi juga jawaban secara lebih kongkrit/terwujud nyata dan berhasil guna.
No comments:
Post a Comment